Buka Layar

Jangan Halu Biar Nggak Makin Malu

Pemerkosaan, pelecehan, kekerasan, pembunuhan yang korbannya perempuan!

Ini harus dihentikan!

Ini bukan salahku, bukan salah pakaianku.

Ini bukan salahku, tapi salah otakmu, mulutmu, dan patriarki!

Kalimat di atas merupakan yel-yel dari Tarian Anti Kekerasan Seksual yang dikumandangkan pada 8 Maret 2020, di tengah panas terik matahari Ibukota. Sahutan demi sahutan menjadi sebuah penyemangat beragam manusia yang hadir di dalam aksi tersebut.

Selamat Hari Perempuan Internasional! Hidup Perempuan!

Tabumania, pasti tahu dong kalau setiap 8 Maret diperingati sebagai Hari Perempuan Internasional atau dikena jugal dengan International Women’s Day (IWD). IWD merupakan aksi yang dilakukan untuk memberikan dukungan kepada seluruh perempuan di dunia agar terbebas dari segala bentuk diskriminasi dan kekerasan. IWD mengangkat tema yang berbeda setiap tahunnya, menyesuaikan isu nasional yang mendesak dan butuh disuarakan.

Di Indonesia, IWD 2020 mengangkat tema “Melawan Kekerasan Sistematis terhadap Perempuan”. Pemilihan tema dengan melihat kondisi perempuan di Indonesia yang masih mengalami kekerasan sistematis, baik secara militeristik dan manipulatif. Tema tersebut tidak lepas dari sejarah di Indonesia ketika masa konflik bersenjata, perempuan kerap menjadi pihak yang dikorbankan karena dianggap sebagai individu yang tidak memiliki kuasa/kekuatan. Contoh pada kasus tahun 1998, perempuan menjadi korban perkosaan dan hingga kini kasusnya dibiarkan tanpa pengusutan secara tuntas.

Coba deh, Tabumania renungkan, selama 22 tahun yang konon disebut era reformasi dan demokrasi, perempuan masih terus mendapatkan berbagai bentuk kasus kekerasan seksual. Berdasarkan data pencatatan kasus yang dilakukan oleh Komnas Perempuan di tahun 2019 telah terjadi peningkatan sebanyak 14%, dari yang sebelumnya 348.466 kasus menjadi 406.178 kasus.

Meningkatnya kasus kekerasan seiring bergulirnya sejumlah kebijakan pemerintah dan DPR yang dituangkan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) yang semakin merugikan perempuan. Rancangan Undang-Undang tersebut seperti contoh RUU KUHP, RUU Ketahanan Keluarga, dan Omnibus Law.

Aduuuuuh, gimana nggak halu cobak! Kasus kekerasan terhadap perempuan meningkat, bukannya segera menyiapkan mekanisme penanganan kasus yang berpihak pada korban, justru membuat aturan yang semakin merugikan perempuan. Selain halu, kayaknya pemerintah juga nggak tahu malu deh!

Oleh karena itu, merespon situasi tersebut, melalui IWD 2020, sejumlah organisasi gerakan masyarakat sipil kemudian membuat aliansi bersama yang disebut dengan Gerakan Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (GERAK Perempuan). GERAK Perempuan merupakan gabungan dari berbagai unsur organisasi yang fokus pada isu perempuan, buruh, seksualitas, anak muda, anti kekerasan seksual, kesehatan, dan lainnya. Melalui IWD mereka mempunyai kepentingan bersama untuk melawan kekerasan sistematis terhadap perempuan.

GERAK Perempuan melakukan serangkaian kegiatan tepatnya mulai Januari 2020. Mereka melakukan konsolidasi pertama guna menyusun strategi untuk persiapan kampanye, penyusunan materi, hingga pengumpulan masa aksi/mobilisasi masa untuk bersama turun ke jalan menyuarakan tuntutannya di 8 Maret 2020.

Dari Gerak Perempuan itulah kemudian disepakati penggunaan istilah tentang #ruuhalu yang sebenarnya merupakan kritik terhadap narasi dari RUU KUHP, RUU Ketahanan Keluarga dan Omnibus Law. Jika Tabumania ingin mengetahui hal-hal yang ganjil dari RUU KUHP, bisa kok kembali melihat artikel yang pernah dimuat di Qbukatabu di https://qbukatabu.org/2019/10/28/yuk-saling-jaga-saat-reformasi-dikorupsi/ Dua RUU lainnya juga tak luput dari diskriminasi gender lho! Misalnya di dalam RUU Ketahanan Keluarga pasal 25 (2) dan (3) dimuat narasi tentang aturan hak kewajiban antara suami dan istri, suami memiliki kewenangan untuk resolusi konflik keluarga, sementara peran istri dibatasi dalam ranah domestik mengurus yang disebut urusan rumah tangga dan menjaga keutuhan keluarga. Di pasal 85 juga bicara tentang krisis keluarga yang disebabkan oleh penyimpangan seksual, salah satu penyimpangan seksual yang dimaksud adalah homosex (homoseksual). Dilanjutkan lagi pada pasal 86-87 seseorang yang melakukan penyimpangan seksual maka wajib dilaporkan/melaporkan diri ke badan/lembaga yang ditunjuk pemerintah untuk mendapatkan pengobatan/perawatan.

Omnibus Law juga tak luput dari kritik, Tabumania! Omnibus Law atau RUU Cipta Kerja diketahui sudah masuk ke DPR sejak Februari 2020, tujuannya untuk mengganti aturan yang lama dengan aturan yang baru terkait dengan ketenagakerjaan. Omnibus Law disoroti karena merugikan para pekerja khususnya untuk perempuan, karena dengan adanya Omnibus Law perempuan akan semakin sulit untuk cuti haid, dan cuti melahirkan. Para pekerja juga diberikan upah sesuai jam bekerjanya, hal ini menyebabkan kesejahteraan bagi para pekerja semakin berkurang. Bae-bae typus deh ya!

Dengan berbagai kebijakan yang banyak merugikan perempuan, maka GERAK Perempuan pada 8 Maret 2020 turun ke jalan untuk memperingati IWD sekaligus menagih pemenuhan hak perempuan kepada negara. Tuntutan tersebut dapat Tabumania lihat melalui tautan berikut https://drive.google.com/file/d/1M7IgpSgFuQD_TUdN3ND0yjZnXvUouBZm/view

Melalui aksi itu, setiap individu atau perwakilan organisasi masyarakat sipil dapat dengan lantang menyuarakan hak-haknya dan apa yang menjadi tuntutannya. Aspirasi tersebut dapat dilakukan melalui orasi, kampanye poster, teater, puisi, maupun media kreatif lainnya yang mendukung. Adapun media kreatif berupa poster yang dapat dibagikan seperti tulisan “Biarkan Cinta dan Rangga Punya Romansa Tanpa RUU Ketahanan Keluarga”, “Gak Akan Maju Kalo Masih Halu”, “Perempuan gak bisa ngupas salak, media hebohnya se-nusantara. Giliran DPR gak bisa bikin UU yang mihak perempuan & rakyat kecil, kok pada diem-diem aja?”

Seruan dan tuntutan masa aksi IWD 8 Maret memang mewarnai jalanan Ibukota, akan tetapi ada cerita pilu yang terjadi selama aksi berlangsung. Selama aksi rupanya masih terjadi dominasi laki-laki dari organisasi lain terhadap berlangsungnya acara. Mereka mengambil ruang untuk mengatur berjalannya acara, padahal seperti yang diketahui aksi tersebut adalah aksi Peringatan Hari Perempuan, yang seharusnya perempuan memiliki otoritas dalam menjalankan aksi-aksinya. Selain itu, terdapat laporan-laporan bahwa perempuan peserta aksi malah mendapatkan kekerasan seksual berupa ucapan/candaan seksis dan misoginis, tatapan yang merujuk pada tubuh korban, bahkan sentuhan-sentuhan yang dilakukan tanpa persetujuan terlebih dahulu.

Dikarenakan laporan serupa terus bergulir, maka GERAK Perempuan kemudian membuka hotline dan tautan yang disebar di media sosial untuk diakses bagi korban yang ingin mengadukan/melaporkan kasus tersebut. Bila ada Tabumania yang berada di Jakarta mengikuti aksi tersebut dan mempunyai permasalahan serupa dan ingin mengakses layanan pengaduan, bisa menghubungi nomor 08111717201.

Semoga dengan laporan tersebut menjadi bahan evaluasi bagi setiap kelompok/organisasi untuk dapat memberikan penyadaran kepada masa aksinya agar tidak melakukan kekerasan seksual apapun bentuknya dan kepada siapapun. Dan untuk pelaku semoga segera ditemukan dan mendapat tindakan tegas.

Nah, Tabumania, meskipun segala tuntutan dituangkan pada 8 Maret, bukan berarti dapat terpenuhi pada saat itu juga lho. Masih butuh perjuangan panjang untuk melakukan perubahan-perubahan tersebut, dan tentu saja hal tersebut tidak bisa dilakukan hanya dengan satu aksi dari GERAK Perempuan. Dibutuhkan aksi dari gerakan-gerakan lain di seluruh Indonesia untuk terus mendesak pemerintah agar segera mengesahkan RUU yang benar-benar mendesak seperti RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, karena di dalam RUU tersebut mencakup perlindungan dan pemulihan bagi korban.

Sekilas tadi merupakan penjabaran mengenai apa saja yang dimaksud dengan #ruuhalu dan aksi yang dilakukan oleh GERAK Perempuan. Meskipun aksi dalam skala besar dilakukan di Jakarta, namun aksi serupa juga dilakukan di berbagai wilayah kota di Indonesia dan tentu saja dengan ragam tuntutan.

Boleh dong, kita juga diceritain gimana aksi perayaan IWD di kotamu?

About Ino Shean

Ino Shean, bukan nama yang sebenarnya. Menurut weton terlahir sebagai orang yang ambisius, urakan tapi mempesona dan penuh kasih sayang. Aktif dalam gerakan, komunitas dan organisasi di isu seksualitas sejak usia 18 tahun. Suka membaca novel, olahraga dan masih bercita-cita menjadi vegetarian. Pecinta film Marvel and DC! Dapat dihubungi lewat IG @ino_shean

1 comment on “Jangan Halu Biar Nggak Makin Malu

  1. Pingback: Emak Menolak, Impian LGBTI pada Ibunya – qbukatabu.org

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: