! ! ! PERINGATAN. Tulisan ini dapat memicu pengalaman trauma dan tindakan kekerasan terkait bunuh diri. Bagi Tabumania yang tidak nyaman dengan konten tersebut, dianjurkan untuk tidak membacanya. Terima Kasih! ! !
Tabumania, saat ini masih banyak orang yang tidak bisa memahami jika ada orang yang mau atau telah mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. Hal ini bisa jadi karena adanya nilai pribadi yang sulit untuk diluruhkan terkait dengan perlilaku bunuh diri. Nilai pribadi inilah yang akhirnya mempengaruhi reaksi yang dimunculkan ketika berhadapan dengan orang yang menyatakan keinginan bunuh diri.
Kita semua percaya setiap nyawa itu berharga dan bunuh diri bisa dicegah. Namun, akan sangat baik jika kita bisa memahami kesedihan mendalam yang dirasakan oleh orang memiliki keinginan untuk mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri.
Keinginan bunuh diri adalah hal yang sangat sulit untuk diceritakan kepada orang-orang terdekat. Namun, sebagai orang yang ada di sekitar, Tabumania tentunya bisa melihat perubahan sikap, kebiasaan, dan mungkin tersirat dari kata-kata yang diucapkan. Kamu tidak perlu ragu untuk menanyakan atau membicarakan keinginan bunuh diri yang ditunjukkan orang terdekatmu. Hal ini memberikan ruang untuk mengungkap perasaan orang tersebut. Membicarakan keinginan bunuh diri dengan seseorang tidak akan memicu orang tersebut untuk bunuh diri.
Namun, Tabumania perlu mengukur kesiapan diri sebelum menanyakan tentang keinginan bunuh diri seseorang. Sebelum menjadi pendengar, kamu harus memastikan terlebih dahulu pandanganmu tentang bunuh diri. Keinginan bunuh diri muncul bukan karena kurang iman atau mental yang kurang kuat. Keinginan tersebut bisa muncul karena adanya gangguan cairan kimia otak ataupun beban yang rasanya sudah tidak terbendung lagi. Sebagian besar orang yang ingin bunuh diri berniat mengakhiri hidup agar derita atau masalah mereka teratasi. Selain tekanan yang berat dan adanya gangguan cairan otak, ketiadaan orang yang bisa ataupaun mau mendengarkan masalah mereka tanpa penghakiman, juga mendorong seseorang untuk memiliki keinginan mengakhiri hidupnya.
Hal yang dianggap sepele untuk kebanyakan orang, misalnya seperti putus cinta, dimarahi orang tua atau bertengkar denga teman adalah hal yang bisa jadi faktor yang mendorong seseorang untuk mengakhiri hidupnya. Hal ini bisa terjadi karena setiap orang memiliki ketahanan diri yang beda-beda jadinya satu masalah pastinya punya dampak berbeda ke setiap orang, tergantung pengetahuan dan pengalaman orang yang menhadapinya. Nah inilah kenapa hal yang ringan untuk kita belum tentu ringan untuk orang lain.
Terus gimana dong kalau ada seseorang yang ngasih tau Tabumania atau kelihatan punya keinginan mengakhiri hidupnya?
Kebanyakan orang pasti kaget banget waktu tau seseorang mau mengakhiri hidupnya. Sekaget-kagetnya kamu, usahakan untuk menunjukkan sikap yang hangat dan tidak menghakimi. Jika Tabumania sedang melakukan sesuatu, hentikan dulu aktivitasmu dan berikan dia ruang untuk berbicara. Pastikan kamu dalam kondisi fisik dan psikis yang siap untuk ngedengerin ceritanya
Jangan langsung buru-buru memberikan solusi atau memaksanya memikirkan solusi, apalagi tanpa diminta. Solusi atau jalan keluar yang kamu sampaikan bisa jadi gak akan masuk ke pikirannya yang lagi gegalauan. Kasih dia ruang dulu buat curahin semua permasalahannya Kalau katanya dr. I Gusti Rai Putra Wiguna, Sp. KJ dalam presentasinya yang berjudul “Mendengarkan yang Memulihkan” ada loh hal-hal yang harus dan tidak boleh dilakukan kalau ada seseorang yang bilang atau menunjukkan kalau dia punya keinginan bunuh diri. Apa aja yuk cus kita bahas satu-satu
Hal yang paling utama itu adalah biarin aja dulu dia bicara, ngeluarin semua emosinya, dan apapun yang mau dia lakuin, selama tidak membahayakan dirinya maupun dirimu. Kalau udah tenang, kasih dia waktu istirahat. Kalau dia udah siap buat ngebahas lagi dan minta Tabumania untuk ngasih saran, baru deh Tabumania bisa mulai percakapan sama dia. Liat juga situasi sekitar untuk memastikan agar tempatnya cukup nyaman buat ngobrol karena mungkin bakalan ada hal-hal sensitif yang diceritain. Tempat tenang yang lebih privat bakalan lebih oke dibanding tempat publik yang bisa diakses banyak orang dan bising.
Jangan lupa juga untuk memberikan batasan ruang privasi Tabumania sebagai pendengar. Baiknya, Tabumania gak ikut terlarut dalam masalah yang diceritakan, begitu juga privasimu. Jangan sampai terganggu dan ikut tercampur dalam masalah yang dialami orang itu.
Waktu membuka pembicaraan, hindari pertanyaan tertutup yang jawabannya iya atau tidak karena pastinya bakalan krik krik, terus jadi canggung deh. Tabumania juga jangan cepat-cepat narik kesimpulan dan merasa memahami perasaan orang itu, kaya langsung-langsung ngomong “iya aku tau kamu sedihnya karena la-la-la, aku juga merasa itu menyedihkan”. No no no, ya Tabumania!
Daripada langsung menarik kesimpulan, kamu boleh nanya lebih lanjut pakai metode 5 W 1 H (Apa, Kapan, Dimana, Siapa dan Bagaimana), ada tapinya nih, jangan nanyain orang itu bertubi-tubi. Kasih jarak antar setiap pertanyaanmu dan validasi perasaannya. Ungkapkan kalimat yang memperlihatkan empati seperti “rasanya berat ya jika mengalami itu, aku tidak bisa membayangkannya, namun aku ada di sini untuk mendengarkan.” Berikan bahasa tubuh yang memperlihatkan bahwa Tabumania mendengarkan dengan empati dan berminat dengan ceritanya.
Tabumania tentunya jangan memberikan penghakiman atau respons menyudutkan dan menyalahkan. Jangan pula memberikan saran tanpa diminta. Yang paling penting juga jangan mengecilkan masalah mereka apalagi membandingkan dengan penderitaan orang lain. Yang terakhir, jangan malah curhat balik dan fokus pada cerita Tabumania sendiri. Fokuslah pada orang itu dan masalahnya.
Memberikan kalimat toxic positivity seperti “ah nggak usah dipikirin, pikir positif aja deh” atau “kamu kurang banyak bersyukur, banyak lho yang menderita lebih parah dari kamu.” sama sekali tidak membantu, malah akan memperburuk kondisinya. Jadi, jangan sampai Tabumania melakukan itu ya.
Tabumania juga perlu mencari tahu tingkat resiko seseorang bunuh diri: Jika Tabumania menemukannya dalam kondisi sudah akan mengeksekusi ide bunuh dirinya, segera telepon pihak yang dapat membantu, seperti 119 atau Badan Penanggulangan Bencana Daerah yang sigap membantu.
Selain itu, Tabumania juga perlu menjaga orang tersebut agar tetap aman. Singkirkan segala benda tajam ataupun benda berbahaya dari sekitar mereka yang memiliki risiko tinggi bunuh diri. Berikan mereka tempat aman dan biarkan mereka tenang. Jika perlu, berikan perhatian fisik berupa rangkulan, memegang tangan, atau memeluknya hanya jika kamu mendapatkan persetujuan darinya atau kamu setuju untuk memberikan perhatian semacam itu kepadanya. Ingat, sentuhan fisik harus berdasarkan persetujuan ya! Jika mereka terlihat tidak nyaman dengan itu semua, cukup temani dari jarak aman.
Terus gimana donk kalau Tabumania sedang tidak fit secara fisik maupun psikis? Tabumania bisa membantunya dengan mereferensikan profesional kesehatan jiwa yang terdekat atau paling mungkin dijangkau, yakni dengan aplikasi di handphone atau datang ke klinik atau RS terdekat. Pilihan profesional kesehatan jiwa yang Tabumania sarankan bisa psikolog klinis, psikiater, perawat jiwa ataupun konselor. Waduh, bedanya apa tuh? Nih, beberapa informasi awal tentang berbagai profesi tadi yaa…
Psikolog Klinis adalah seseorang yang menempuh pendidikan sarjana Psikologi dan menempuh gelar magister profesi Psikologi Klinis (bisa mengkhususkan diri sebagai Psikolog Klinis Dewasa ataupun Anak). Psikolog bisa memberikan tes psikologi, tes bakat minat, maupun psikoterapi. Psikolog tidak bisa meresepkan obat. Biasanya jika kasusnya sudah berhubungan dengan gangguan jiwa berat yang membutuhkan terapi obat, psikolog akan merujuk klien ke psikiater. Lalu apa itu psikiater? Psikiater adalah seseorang yang menempuh pendidikan sarjana kedokteran, lalu setelahnya mengambil spesialis Kedokteran Jiwa atau Psikiatri. Psikiater bisa memberikan tes kepribadian dan kadar kesehatan jiwa seseorang, psikoterapi, serta meresepkan obat.
Perawat Jiwa adalah seseorang yang mengambil pendidikan spesialisasi Keperawatan Jiwa. Perawat jiwa lebih berfokus agar pasien bisa beraktivitas dengan sehat serta produktif, seperti perawatan tubuh sehari-hari (mandi, makan, dll) tanpa mengabaikan pemulihan psikisnya. Terakhir, konselor. Konselor adalah seseorang yang menempuh pendidikan sarjana dari jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, Bimbingan Konseling, atau Bimbingan Penyuluhan. Konselor dapat memberikan konseling atau penyuluhan, misalnya konselor di sekolah yang bertanggung jawab di ruang BK (Bimbingan Konseling).
Nah, Tabumania sekarang sudah tahu kan cara mendengar dan menanggapi keinginan mengakhiri hidup yang muncul dari orang di sekitarmu! Mendengarkan dan tidak menghakimi adalah langkah awal untuk memberikan pertolongan kepada orang tersebut. Kalau banyak hal yang ada di luar kendali Tabumania, kamu bisa membantu dengan mendengarkan. Jika mendengar dan upaya lain tetap tidak bisa menolong mereka yang berpikiran dan melakukan tindakan bunuh diri, ingatlah bahwa ada hal yang di dalam kendali kita, tapi lebih banyak lagi yang di luar kendali kita.
Apapun keputusan dan pikiran yang ada pada mereka yang punya pikiran bunuh diri, itu di luar kendali Tabumania. Jadi, jangan terlalu membebankan diri dengan tanggung jawab menyelamatkan mereka sepenuhnya ya.
Jika Tabumania mau mencari tahu lebih lanjut, hal-hal yang berkaitan dengan pencegahan bunuh diri bisa dibaca di website into the light dengan mengklik link ini https://www.intothelightid.org/. Tapi nih kalau Tabumaia membutuhkan teman cerita atau ingin berdiskusi lebih jauh tentang hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan mental, Buka Layanan bersedia menampung cerita dan pertanyaan Tabumania setiap hari di jam kerja. Kamu bisa mengirimkan whatsapp ke nomor +62 853 1436 4084 atau mengirimkan email ke bukalayanan@protonmail.com. Nce yang bertugas akan membalas pesan Tabumania setiap Selasa dan Jumat pukul 10.00 s/d 15.00 WIB (AR)
0 comments on “Mencegah Bunuh Diri dengan Mendengar dan Memahami”