Buka Ruang

Koleksi Arsip Emosi #1 : Berisik Publik tentang Kekerasan Seksual

Apa Itu Koleksi Arsip Emosi?

Budaya berasal dari pengalaman manusia yang mewujud dalam berbagai bentuk, nilai, praktek serta pemahaman bersama.

Dan budaya perlawanan terhadap sistem yang opresif, patriarki dan heteronormatif merekam berbagai pengalaman yang berkaitan dengan emosi. Takut, semangat, sedih, berharap, marah, rasa kehilangan, senang, kelelahan, kecemasan, solidaritas, cinta.

Seperti yang dikatakan oleh Ann Cvetkovich, seorang feminis queer yang fokus pada studi dan gerakan tentang arsip, berbagai pengalaman emosi mengenai perlawanan tersebut dikelola sebagai ‘arsip-arsip rasa’ melalui berbagai gambar, ilustrasi, foto, video, lagu, monumen, ritual peringatan, penampilan yang disampaikan kepada publik.

Oleh karena itu, Koleksi Arsip Emosi menjadi upaya untuk rayakan dan menghidupi terus budaya perlawanan dengan cara mengumpulkan berbagai konten yang dihasilkan individu, komunitas maupun organisasi di Indonesia. Konten-konten tersebut selanjutnya dikategorikan dalam tema tertentu serta dipublikasikan di halaman situs.

Koleksi Arsip Emosi ini juga menjadi ruang kolaborasi antar individu, komunitas dan organisasi dalam gerakan sosial untuk turut serta dalam merawat berbagai arsip yang juga merupakan rekaman terhadap berbagai pengalaman hidup sehari-hari dalam melakukan perlawanan.

Berisik Publik tentang Kekerasan Seksual

Sebelum kata kekerasan seksual dikenali dalam UU No.23/2004, ia sudah tercantum dalam laporan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Mei 1998

Dalam laporan tersebut, kekerasan seksual didefinisikan sebagai “setiap tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang mengakibatkan kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekan secara sewenang-wenang.” Perkosaan, penyerangan seksual, dan pelecehan seksual adalah bentuk-bentuk yang dikenali pada saat itu.

Kekerasan seksual menjadi makin berisik lewat kampanye Kekerasan Seksual : Kenali dan Tangani yang dimulai pada 2010. Didesain oleh Thoeng Sabrina, Komnas Perempuan memproduksi materi kampanye yakni 15 Bentuk Kekerasan Seksual: Sebuah Pengenalan

Sedikitnya, ada 35 perempuan menjadi korban kekerasan seksual setiap hari. Dalam 3 jam setidaknya ada 2 perempuan yang alami kekerasan seksual”. Kalimat ini yang menjadi pengantar dalam materi kampanye produksi Komnas Perempuan.

Mengenali dan menangani kekerasan seksual menjadi proses yang muncul dari berbagai pengalaman berinteraksi serta mendampingi korban. Mulai dari mendengarkan korban tanpa penghakiman, mengaitkan pengalaman tersebut kuatnya dengan relasi kuasa yang timpang di setiap aspek kehidupan, serta mengupayakan keadilan bagi korban.

Kampanye ini terus bergulir karena kekerasan seksual telah menjadi kesadaran publik, baik individu maupun kelompok. Suara-suara korban, penyintas, pendamping serta kelompok yang melawan kekerasan seksual adalah juga bagian dari publik. Publik yang semakin berisik. Karena kekerasan seksual tidak bisa lagi disembunyikan, tapi harus dibunyikan dengan nyaring.

Sejak tanggal 6-9 November 2018, Qbukatabu menghubungi beberapa komunitas dan organisasi untuk bisa membagikan satu materi kampanye yang diproduksi tentang kekerasan seksual, khususnya berupa gambar, ilustrasi, poster, infografis. Lalu, membuat tulisan singkat, baik tentang latar belakang lahirnya materi tersebut atau momen penting yang ingin dibagikan saat materi ini disebarluaskan.

Dalam Koleksi Arsip Emosi #1 ini, ada enam individu atau komunitas dan organisasi yang berpartisipasi. Terimakasih untuk Perempuan Peduli, Perempuan Mahardika, Relawan Perempuan untuk Kemanusiaan (RPuK) Aceh, Konde.co, Youth Interfaith Forum on Sexuality (YIFoS) dan Solidaritas Perempuan atas kolaborasinya!

Yuk, kita simak bersama berisik publik tentang kekerasan seksual dari mereka!

1) Ilustrasi : Beri Dukungan pada Penyintas Kekerasan Seksual

Materi Kampanye_Perempuan Peduli

“salah sendiri, mau aja diajak.”

“siapa suruh keluar malam.”

“salah sendiri bajunya kayak gitu. Memancing laki-laki”

dan masih banyak lagi penghujatan lainnya yang ditujukan kepada penyintas.

Seringkali kita lebih menyalahkan penyintas dibandingkan pelaku itu sendiri. Pemerkosaan seolah menjadi sesuatu yang wajar. Perempuan dijadikan pihak yang patut disalahkan atas tragedi yang menimpa dirinya. Bayangkan jika kekerasan seksual terjadi pada orang terdekat kita atau bahkan kita sendiri.

Dukungan adalah hal yang sangat berarti. Dengan memberikan dukungan, semakin banyak perempuan di luar sana yang bersuara dan menceritakan pengalamannya terhadap kekerasan seksual. Dengan memberi dukungan, semakin banyak perempuan yang dapat mencari pertolongan dan menindaklanjuti perbuatan pelaku. Memutus victim blaming (menyalahkan korban) bisa dilakukan dimulai dari kita sendiri. Aku percaya, masih banyak jiwa-jiwa baik yang memberikan dukungan kepada mereka, para penyintas. @perempuanpeduli

2) Poster : Aku Perempuan, Aku Nur Halimah 

Materi Kampanye_Perempuan Mahardika

Merasa terpukul sekali

Sedih

Aku ingat banget kejadiannya itu seminggu sebelum pelaksanaan

Konferensi Perempuan Jakarta : Melawan dan Bebas Kekerasan Seksual (19 Oktober 2013)

Kita ingin mengenang Nur Halimah sebagai pejuang perempuan. Jadi kita nyari foto Nur Halimah pas lagi Sekolah Feminis Makassar. Oya, dia Kepala Sekolah Feminis Makassar…

Ada foto tangannya sedang mengepal ke atas…

Waktu itu di media sosial kita berjejaring juga dengan NobodyCorp. Kita minta dibuatkan posternya Nur, dan mereka mengambil Nur yang kami posting (mengepal tangan itu).

Kita jadikan poster itu kaos, dan cover dalam Modul Sekolah Feminis Mahardhika.

Perempuan Mahardika https://mahardhika.org

 

3) Infografis : 13 Anggapan Salah tentang Perkosaan 

Materi Kampanye_Konde.co-1

Materi Kampanye_Konde.co2-1Kasus perkosaan atau kekerasan seksual selalu menjadikan perempuan sebagai korban.

Banyak anggapan salah selama ini tentang perkosaan. Perkosaan banyak mengidentifikasi perempuan sebagai obyek, disalahkan karena perempuan menggunakan rok mini, disalahkan karena sering pulang malam lalu diperkosa, atau layak diperkosa karena cantik.

www.konde.co menurunkan infografis tentang anggapan atau mitos yang salah tentang perkosaan. Dengan infografis ini, kami berharap semua orang menolak mitos tentang perkosaan dan menolak perkosaan, kekerasan seksual terhadap perempuan. Konde.co

4) Spanduk : Perempuan Masih Menjadi Sasaran Kekerasan Seksual

Materi Kampanye_RPuK2

Banner (spanduk) ini dibuat dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional (pada) 8 Maret 2018. Banner ini kami buat untuk mempermudah pembaca memahami Catatan Dwi Tahunan Jaring Pemantau Aceh 231.

Harapannya dengan membaca banner ini, orang-orang mendapat informasi tentang meningkatnya kekerasan seksual yang terjadi. Relawan Perempuan untuk Kemanusiaan  –  RPuK Aceh

5) Infografis : Pasal Diskriminatif dalam Qanun Jinayat

Materi_SP1

Materi_SP2

Qanun Jinayat adalah peraturan daerah (perda) di Provinsi Aceh tentang hukum pidana yang disahkan sejak Oktober 2014 dan berlaku sejak Oktober 2015. Namun, sejak proses pembentukan hingga implementasinya, perda ini sangat diskriminatif dan memperkuat kekerasan terhadap perempuan. Pada Oktober 2015, Solidaritas Perempuan dan Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mengajukan judicial review atas peraturan daerah ini, namun ditolak oleh Mahkamah Agung.

Salah satu persoalan muncul dari pasal tentang pemerkosaan yaitu pasal 48 – 56 Qanun Jinayat. Pasal ini mengakibatkan korban sulit untuk mendapat keadilan, pasalnya korban harus menyerahkan alat bukti perlmulaan sebagai syarat agar kasusnya bisa diproses. Padahal kita ketahui bahwa dalam kasus pemerkosaan sulit bagi korban untuk menumpulkan alat bukti. Selain itu kewajiban mencari alat bukti seharusnya dilakukan oleh penyidik.

Di sisi lain, pelaku mendapatkan kemudahan untuk bebas dalam Qanun ini. Pelaku tidak dibebankan untuk menyerahkan bukti seperti korban tapi cukup dengan sumpah 5 kali tidak melakukan pemerkosaan pelaku dapat bebas begitu saja.

Poster-poster ini dibuat saat momentum tiga tahun pelaksanaan Qanun Jinayat, yakni Oktober 2017 sebagai pengingat sekaligus desakan. Bahwa Qanun Jinayat terbukti jelas tidak mampu melindungi perempuan dari kekerasan. Sebaliknya, kebijakan ini asngat diskriminatif da jutru akan memperkuat kekerasan terhadap perempuan sehingga sudah saatnya untuk ditinjau ulang. Solidaritas Perempuan

6) Poster: Stop Gender Shaming

Materi Kampanye_YIFoS

Berhenti memandang sebelah mata, mengejek, menstigma, memperlakukan, merendahkan, mendiskriminasi orang karena alasan identitas gender dan orientasi seksual.

Lindungi setiap jiwa manusia, apapun identitas gender dan preferensi seksualnya

Kita sama, kita setara dan kita bahagia

Perbuatan yang paling dibenci Tuhan adalah berbuat aniaya terhadap sesama.

Youth Interfaith Forum on Sexuality (YIFoS)

Yulia Dwi Andriyanti, biasa dipanggil Edith. Salah satu penggagas Qbukatabu dan berperan sebagai Editor in Chief. Memiliki minat yang besar di topik feminisme, queer, gerakan sosial, keimanan, memori dan emosi kolektif, sosiologi, filsafat dan hak asasi manusia. Pecinta serial Fruitbasket, Little Prince, suka menyanyi, nonton film dan pertunjukan, bisa sedikit main gitar dan ukulele. Ingin terus menulis, termasuk di blog sendiri: queerinlife.blogspot.com

0 comments on “Koleksi Arsip Emosi #1 : Berisik Publik tentang Kekerasan Seksual

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: