Tabumania, berawal dari coba-coba, tetapi dilakukan dengan serius bisa jadi akan mengantarkan diri menuju hasil yang tidak disangka. Seperti yang dilakukan First Runner Up Miss Transchool 2022, Ishvara Devati. Ia awalnya iseng bahkan mendaftar di menit-menit akhir pendaftaran Miss Transchool 2022. Namun, setelah melewati beberapa proses karantina hingga malam inagurasi ia berhasil memperoleh predikat juara kedua Miss Transchool 2022.
Dalam penuturan Ishvara temannya lah yang memberi informasi mengenai beauty pageant (kontes kecantikan) tersebut dan mendorongnya untuk ikut. Bahkan ia sempat merasa rendah diri sebelum akhirnya ia mencari informasi lebih lanjut. “Aku coba-coba saja sebenarnya karena pada waktu itu kegiatanku tidak terlalu padat. Nah, kebetulan aku lihat di beranda Instagram kalau @transchoolswara lagi ngadain acara Pemilihan Miss Transchool 2022 melalui postingannya dan aku tertarik. Aku udah lama follow Sanggar Swara dan ternyata platformnya bagus, kerja-kerjanya juga relate sama aku sebagai seniman. Yaudah aku ikut. Awalnya aku ragu untuk daftar karena dalam pikiranku saat itu bahwa menjadi transpuan harus memiliki payudara yang ukurannya harus sesuai dengan ekspektasi dan konstruksi sosial, aku juga belum melakukan hormonal therapy replacement (terapi hormon estrogen). Ternyata kekhawatiranku ini ditepis setelah aku paham materi SOGIESC (Sexual Orientation Gender Identity Expression & Sex Characteristic) yang aku dapat dari Transchool. Makanya sebelum daftar aku nanya-nanya dulu dan memantapkan diri untuk ikut Pemilihan Mis TRanschool 2022″.katanya melalui sambungan telepon.
Ada beberapa tahapan yang harus dilaluinya setelah mengisi kuesioner, wawancara, kelas reguler, karantina dan akhirnya malam inagurasi. Ada banyak hal yang berkesan, terutama saat karantina. Ishvara mengaku bahwa dengan 10 hari berkumpul dengan teman-teman transpuan dalam satu rumah yang sama akhirnya membangun intimasi dan kekeluargaan, momen ini adalah hal terindah yang pernah ia alami. Begitu juga saat malam inagurasi, ia tidak berambisi untuk menang. Ishvara hanya menikmati setiap momen dan merekam wajah teman-temannya dengan perasaan bahagian sekaligus haru. Menurutnya setelah masa karantina mereka akan sulit bertemu secara langsung. Setelah malam inagurasi mereka akan sulit bertemu dan berbagi cerita secara langsung. Setelah ini mereka hanya bisa menjaga dan memastikan kabar satu sama lain dalam keadaan baik dengan berkomunikasi melalui telepon dan sosial media, mereka tidak akan memiliki banyak waktu untuk bertemu karena sibuk dengan aktivitas masing-masing. “Waktu aku sakit banyak yang bantu, mendukung aku agar cepat sembuh, pokoknya sangat sisterhood (persaudaraan) banget.”ujarnya.
Ishvara juga menceritakan manfaat dari mengikuti rangkaian kegiatan Miss Transchool karena sebelumnya ia mengaku skeptis dengan politik dan hukum. Ia tidak mau ikut campur urusan orang lain. Meskipun begitu ia sadar tentang haknya sebagai warga negara. Nah, dengan mengikuti Miss Transchool ia jadi belajar, realita di depannya tidak seindah yang dibayangkan. Menjadi transpuan di Indonesia ini tidak mudah, banyak yang harus diperjuangkan bahkan sesederhana hak dasar yang harus dihargai, dilindungi, dan dipenuhi oleh negara. “Aku sebagai warga sipil yang sadar dan mengerti hukum tidak boleh diam melihat hak sebagai manusia dilanggar dan diskriminasi dari berbagai sudut, setidaknya ada yang bisa aku lakukan untuk mengadvokasi dan mengedukasi buat diri sendiri dulu, teman, dan lingkungan terdekatku juga komunitas.”jelasnya.
Miss Transchool tidak sekadar kompetisi kecantikantapi merupakan sekolah alternatif bagi transpuan muda untuk menggali potensi diri, belajar tentang SOGIESC, Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR) dan hukum. Materi yang diberikan ini sangat penting apalagi menjadi transgender sering memperoleh kekerasan secara verbal,fisik, budaya bahkan ekonomi. Terkadang teman-teman di akar rumput tidak tahu apa yang harus dilakukan ketika mereka dipersekusi. “Dari transchool, kami jadi tahu langkah apa yang harus diambil ketika hal ini terjadi terhadap diri kita sendiri atau ke sesama komunitas, kami telah terkapasitasi. Aku berharap ada banyak platform seperti transchool yang bisa mengedukasi dan mengadvokasi serta memberdayakan teman-teman transpuan sehingga mereka pun sadar akan haknya sebagai warga sipil.”imbuhnya.
Sebagai first runner up Miss Transchool ia dan teman-teman peserta lain memiliki kesempatan untuk ambil bagian dalam seminar maupun pelatihan yang tujuannya memberdayakan dan memperkuat pondasi komunitas transpuan.
Pasca sakit, Ishvara pulang ke daerahnya untuk beristirahat agar proses pemulihannya lebih maksimal. Di daerahnya ia menginisiasi untuk membuat sebuah yayasan seni atau kelompok seni kolektif bersama teman-teman agar dapat berbagi sudut pandang dan ideologi juga memberikan pendidikan seni yang inklusif, ruang eksplorasi dalam berkarya dan juga membangun kesadaran sosial melalui seni. “Aku kan tinggal di daerah. Masih sedikit ruang untuk membentuk empati masyarakat dengan pendekatan medium seni itu sendiri. Makanya aku dan teman-teman bikin yayasan untuk membangkitkan dan menjaga ekosistem seni. Apalagi di daerah kan sulit atau jarang terpapar seni kontemporer, karya seni yang diciptakan melalui proses riset, penelitian atau hasil dari pemikiran kritis pencipta juga imajinasinya. Kegiatan kami berfokus di seni tari dan performance art. Namun tidak menutup kemungkinan untuk bertemu dengan lintas disiplin seni lain atau interdisciplinary art. Nama yayasan tersebut adalah Atmosfer Selatan Foundation.”urainya. Anggota dari yayasan tersebut terbuka bagi semua gender. Ishvara pun berharap ada banyak teman trans atau komunitas LGBTIQ+ yang bisa bergabung.
Dalam rangka Transgender Day of Remembrance ia pun berharap akan ada banyak pengarsipan hasil kerja dan karya teman-teman transpuan atau LGBTIQ+ yang sudah berpulang. Menurutnya kerja-kerja pengarsipan sangat penting untuk komunitas agar dapat diulas kembali dan mengevaluasinya untuk menjadi panduan estafet perjuangan komunitas dalam isu-isu yang belum rampung dan masih kita hadapi hingga saat ini. “Aku juga berharap semoga nantinya ada tokoh transpuan atau LGBTIQ+ yang terus dikenang perjuangannya karena memiliki pengaruh baik yang luas bukan hanya kepada komunitas kita, tapi juga buat kelompok lain. Semoga semesta mendukung. Selain itu kita harus tetap menjaga api semangat dan merawat nyalanya untuk terus berjuang mengadvokasi isu-isu kita sebagai kelompok rentan minoritas agar memiliki ruang aman yang inklusif dan kesempatan yang sama tanpa alasan apapun.”tegasnya. Ishvara berharap teman-teman juga bisa menemukan keluarga walaupun bukan keluarga secara biologis, tetapi dapat saling tolong, saling peduli dan saling menjaga agar tidak merasa sendiri dan tetap semangat juga positif dalam menjalani hidup.
Semangatt Ka Ishvara, senang membaca cerita kisahmu yg sangat menginspirasiku,
Kakak selalu berusaha dan pantang menyerah.
LikeLike