Buka Layar

Gerakan Queer untuk Keadilan Iklim

Menginjak tahun 2022 ini, apakah Tabumania merasa bahwa banjir jadi lebih sering terjadi, atau cuaca semakin terasa panas? Pada tahun 2020 lalu, Jakarta mengalami peristiwa banjir besar hingga menyebabkan adanya korban jiwa. Setelah itu, cuaca ekstrem dan banjir terus terjadi di berbagai wilayah Indonesia. Seperti banjir Lombok pada akhir 2021, kemudian banjir setinggi 1 meter di Banyumas, Jawa Tengah pada awal 2022, dan yang terbaru banjir di Maluku Utara pada bulan Juli 2022. (sumber: Mongabay)

Ternyata, cuaca ekstrem dan banjir tidak hanya terjadi di Indonesia, namun juga di bagian dunia yang lain. Pada tanggal 8 Agustus 2022, ibukota Korea Selatan, Seoul, juga mengalami banjir besar. Banjir tersebut disebabkan oleh curah hujan tertinggi dalam 80 tahun terakhir. (sumber: CBBC Newsround)

Sebenarnya apa yang menyebabkan terjadinya peristiwa-peristiwa ini? Mungkin Tabumania pernah dengar ‘perubahan iklim’. Perubahan iklim adalah perubahan pada iklim, suhu udara dan curah hujan pada jangka panjang. Perubahan ini bisa terjadi secara alami karena variasi siklus matahari. Namun, aktivitas manusia telah mendorong perubahan iklim terjadi lebih cepat, terutama penggunaan bahan bakar fosil.

Salah satu contoh perubahan cuaca tak menentu yang terjadi karena perubahan iklim adalah hujan lebat pada puncak masa kemarau di Indonesia pada bulan Juli 2022. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksikan 47% dari wilayah zona musim di Indonesia akan terlambat memasuki musim kemarau, dan musim hujan justru akan datang lebih awal. (sumber: Greenpeace)

Fenomena perubahan iklim tentunya berdampak besar pada kehidupan manusia, juga kehidupan makhluk hidup lainnya. Perubahan iklim menyebabkan pemanasan suhu bumi, kenaikan batas air laut, kekeringan yang meningkat, terjadinya badai yang lebih parah dan sering sehingga menyebabkan banjir juga tanah longsor, serta ancaman terhadap kepunahan beberapa spesies. (sumber: The United Nations)

Perubahan Iklim dan Komunitas Queer

Apa perubahan iklim ini memiliki dampak pada komunitas queer? Ya, tentu saja. Perubahan iklim memang akan berdampak buruk pada masyarakat secara keseluruhan, namun menurut penelitian Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), masyarakat dengan posisi sosial yang rentan dan tersingkirkan akan mengalami dampak paling berat. Komunitas LGBTQ+ termasuk dalam kelompok masyarakat tersebut.

Sudah bukan lagi rahasia umum bahwa komunitas queer sering kali menjadi korban diskriminasi dan kekerasan, karena kebencian dan stigma masyarakat. Bahkan orang tua akan mengusir anaknya dari rumah karena identitas gender dan/atau orientasi seksualnya, menjadikan anggota komunitas queer lebih rentan menjadi tunawisma. Tunawisma dan orang-orang yang tidak memiliki tempat tinggal layak akan terpengaruh dampak bencana alam lebih besar. Demi keselamatan bersama itulah, komunitas queer berada di garis depan untuk mencapai keadilan lingkungan.

Salah satu contoh dari aktivisme queer demi mencapai keadilan iklim dan lingkungan adalah ketika Anthony Torres, aktivis dari Long Island, New York, beserta aktivis-aktivis queer lainnya memulai gerakan #NoJusticeNoPride (NJNP). Gerakan NJNP tersebut menuntut perayaan Pride dikembalikan dari pengaruh bank dan perusahaan seperti Wells Fargo karena mendanai proyek-proyek berbahaya. (sumber: Grist)

Aktivisme lainnya adalah Queer Ecojustice Project. Untuk mendapatkan keadilan ekologis dan kemerdekaan queer, Queer Ecojustice Project mengkurasi dan membuat sumber daya pendidikan multimedia, meneliti dan mengajarkan teori dan strategi keadilan ekologis queer, serta mendukung dan memperkuat suara orang-orang yang hidup dan bekerja dalam komunitas queer dan keadilan ekologis. Queer Ecojustice Project aktif bersuara di Instagram, Facebook, serta website mandiri mereka, yakni https://queerecoproject.org/ Selain mengangkat isu perubahan iklim dan mengajak komunitas queer untuk turut peduli dan berpartisipasi dalam aktivisme lingkungan, Queer Ecojustice Project juga menyiapkan ‘wadah’ untuk komunitas queer menyuarakan pendapat dan kekhawatiran mereka terkait bencana iklim.

Dalam wawancara dengan Bioneers, sebuah organisasi non-profit yang bergerak pada pemulihan bumi dan manusianya, salah satu founder Queer Ecojustice Project, Vanessa Raditz, menjelaskan; “Ketika memikirkan tentang ketangguhan dan ketahanan, yang saya lihat pertama kali adalah ketangguhan ekologi, kemudian ketangguhan fisik dan psikologis. Dalam ruang queer dan trans, hampir selalu ketangguhan psikologis yang diungkit. Namun ketangguhan yang dibicarakan dalam ruang ekologi mengarah ke cara menciptakan ekosistem pangan polikultural yang beragam yang mengundang multi spesies, relasionalitas. Pada akhirnya, ketahanan psikologis dan ketahanan ekologis menyatu di seluruh tubuh.”

Salah satu proyek Queer Ecojustice Project adalah film dokumenter berjudul Fire & Flood, yang meliput Hurricane Maria di Puerto Rico dan kebakaran di Santa Rosa, California, dua bencana alam terkait iklim yang terjadi hampir bersamaan di tahun 2017. Film ini menyampaikan suara komunitas LGBTQ+ yang terdampak bencana iklim tersebut dan mengangkat strategi pertahanan komunitas queer dan trans.

Sejujurnya, saya pribadi belum pernah terpikirkan mengenai perubahan iklim yang memiliki dampak lebih besar terhadap komunitas LGBTQ+. Namun, setelah membaca lebih jauh mengenai dampak perubahan iklim dan pentingnya meningkatkan kesadaran masyarakat dan lebih spesifiknya komunitas queer, saya memahami pentingnya gerakan keadilan ekologis ini. Keadilan iklim ini didasarkan prinsip bahwa kita semua layak memiliki tempat yang aman untuk ditinggali dan memberi kita ruang untuk berkembang.

Selain itu, sebagai bagian dari kelompok masyarakat yang minoritas dan cenderung didiskriminasi, menurut saya penting untuk mengetahui cara dan strategi untuk bertahan dalam situasi bencana alam sebagai dampak perubahan iklim. Dalam hal ini, kita penting turut aktif mengatasi perubahan iklim dan mencegah penurunan kondisi lingkungan lebih jauh. Sebagai langkah awal, Tabumania bisa menggali lebih dalam mengenai pentingnya keadilan iklim bagi komunitas queer, dan mencari tahu organisasi queer yang bergerak untuk keadilan ekologis.

Artikel ini ditulis oleh Dhara

Dharaa young queer woman who struggles to stay sane and alive.

Portal pengetahuan dan layanan tentang seksualitas berbasis queer dan feminisme. Qbukatabu diinisiasi oleh 3 queer di Indonesia di bulan Maret 2017. Harapannya, Qbukatabu bisa menjadi sumber rujukan pengetahuan praktis dan layanan konseling yang ramah berbasis queer dan feminisme; dan dinikmati semua orang dan secara khusus perempuan, transgender, interseks, dan identitas non-biner lainnya.

0 comments on “Gerakan Queer untuk Keadilan Iklim

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: