Saya mengikuti program menulis jurnal bersama Qbukatabu karena saya ingin belajar menyalurkan apa yang saya rasakan dan bercerita dengan jujur melalui sebuah tulisan. Sebagai seseorang yang aktif di dunia aktivisme sosial, saya sering mendapatkan banyak kendala karena isu gender dan keberagaman terkadang masih sulit diterima di masyarakat. Hal itu juga membuat saya mudah lelah dan merasa terkuras energinya. Misalnya pada saat ada kasus kekerasan seksual dan harus mendampingi korban, saya juga ikut merasakan perjuangan susahnya menjadi korban untuk mendapatkan keadilan atas kasusnya. Belum lagi permasalahan victim blaming yang seringkali datang bukan hanya dari aparat penegak hukum tapi juga masyarakat baik online/offline. Membaca banyak kalimat menyakitkan dan menyudutkan korban di sosial media juga seringkali membuat saya ingin marah dan ingin meluruskan setiap informasi yang salah. Hanya saja di sosial media, orang memang tidak benar-benar peduli dengan kondisi korban. Beberapa diantara mereka memang hanya suka mencaci maki dan menyalahkan saja. Jadi saya pikir daripada energi habis untuk meladeni orang-orang itu lebih baik saya menyalurkan emosi dan perasaan saya lewat menjurnal saja.
Ini adalah pengalaman menjurnal saya yang pertama. Saat pertemuan pertama via Zoom app, saya dan peserta lain saling bertukar pendapat dan mendiskusikan aturan pada saat menjurnal. Saya sangat bersemangat karena bertemu dan berkenalan dengan orang baru adalah hal yang saya sukai. Terutama saat kami punya ketertarikan yang sama pada suatu isu tertentu. Hari itu panitia juga memperkenalkan mentor menjurnal kami, yaitu Mbak Janti. Seorang praktisi program holistik untuk journal for healing.
Mbak Janti memperkenalkan kami tentang banyak hal; mulai dari dasar menjurnal, manfaat menjurnal sampai hal yang lebih spesifik yaitu teknik menjurnal. Sebelum kami melakukan 10 hari pertama menjurnal, kami terlebih dahulu diberikan prompt (topik) sebagai latihan. Kami disuruh menulis apa saja yang terlintas dalam pikiran kami tentang prompt yang sudah diberikan. Tidak boleh dicoret-coret, tidak boleh dihapus, just keep going on, tetap menulis saja. Jangan pikir benar-salah, karena ini ruang yang aman, bebas dari penghakiman dan nyaman bagi siapa saja untuk mengeluarkan isi kepala dan perasaannya saat itu.
Percobaan prompt latihan berhasil. Saya sangat enjoy menulis topik tersebut. Kemudian setelah acara selesai, kami dikumpulkan dalam satu grup dan Mbak Janti memberikan prompt yang berbeda setiap harinya. Saat saya pertama kali menulis jurnal untuk prompt yang pertama, rasanya masih sangat bersemangat. Saya kira apabila prompt sudah dikirim artinya kita harus mengerjakannya saat itu juga. Ternyata belakangan saya tahu bahwa kita bebas memilih kapan waktu yang tepat untuk menulis jurnal; boleh pagi, siang, malam sebelum tidur dll.
Saya dan teman-teman juga harus menentukan tema besar yang akan dijadikan kerangka acuan dalam menulis jurnal. Hari pertama saya mencoba untuk menulis pada sore hari, setelah selesai bekerja dan mandi/melakukan self care routines lainnya. Karena saya merasa lebih bisa berpikir jernih saat keadaan tubuh saya bersih dan ruangan tempat saya akan menulis juga kondusif. Biasanya saya menyalakan lampu tumblr dan juga aromatherapy agar suasana lebih santai dan nyaman.
Saya sangat menikmati proses menjurnal ini, meskipun baru pertama kali. Akan tetapi ada hari di mana saya skip untuk menulis jurnal karena kesibukan pekerjaan dan hari lainnya saya merasa malas untuk menulis. Ini menjadi sebuah tantangan tersendiri, karena menulis jurnal haruslah konsisten. Akhirnya saya tetap menulis lebih dari satu prompt pada hari yang sama karena hari sebelumnya belum bisa menulis.
Saya menikmati proses saya sendiri dan tidak membandingkan proses saya dengan teman-teman lainnya. Karena masing-masing dari kami pasti punya cara dan tantangannya sendiri-sendiri pada saat menulis jurnal. Terlebih jika ada yang mempunyai masalah tertentu sehingga saat dia membaca suatu prompt akan membuatnya merasa ketrigger atau belum sanggup menulis topik tersebut dan itu nggak papa.
Setelah 10 hari berlalu kami memutuskan untuk berjumpa lagi dalam Zoom Meeting dan saling berbagi cerita tentang pengalaman kami menjurnal. Kami juga melakukan evaluasi terkait kegiatan menjurnal bersama. Kemudian kami memutuskan untuk menjurnal lagi selama 10 hari ke depan. Berbeda dengan menjurnal sebelumnya, kali ini kami para peserta dibebaskan untuk menulis prompt kami sendiri. Baik mentor/kami sendiri yang menentukan prompt, saya menyukai kedua cara tersebut. Akan tetapi saya lebih nyaman jika prompt dilist/dikirim perhari satu prompt, jadi seperti ada yang mengingatkan” hari ini promptnya ini, jangan lupa menulis jurnal”. Seperti pada saat pertama kali kami menjurnal bersama.
Sejauh ini saya merasa senang dapat menjurnal bersama Qbukatabu dan teman-teman peserta. Saya juga telah menyelesaikan seluruh prompt yang diberikan dengan baik. Bahkan kali ini saya mencoba menulis jurnal tentang makanan yang saya konsumsi sehari-hari dengan harapan bisa mindful eating. Semua berawal dari kebiasaan menjurnal yang diajarkan selama mengikuti program Qbukatabu. Sayang sekali pada saat pertemuan evaluasi yang terakhir saya berhalangan hadir karena sedang mengikuti kegiatan #16HAKTP. Saya mengucapkan terima kasih kepada seluruh tim Qbukatabu, Mbak Janti dan teman-teman yang sudah berproses bersama dalam program menjurnal ini. Semoga kita tetap bisa menjadi supporting system satu sama lain yaa .
Terima kasih. Salam hangat dariku.
(Artikel ini ditulis oleh salah satu peserta Menjurnal Bersama untuk Pemulihan Diri yang diadakan Qbukatabu di Oktober & November 2020)
0 comments on “Refleksi 20 Hari Menulis Jurnal Bersama Qbukatabu”