Buka Layar

Lihat Lebih Dekat Transmen Indonesia

Tabumania, masih dalam rangkaian Transgender Day of Remembrance (TDoR) atau Hari Peringatan Transgender  setiap 20 November, Transmen Indonesia meluncurkan penelitian bertajuk “Melihat Lebih Dekat Situasi Transpria di Indonesia: Aktualisasi Diri, Tantangan dan Harapan.”

Sebelum diulas lebih dalam tentang hasil penelitian tersebut, kenalan dulu yuk sama Transmen Indonesia. Transmen Indonesia adalah organisasi transpria di Indonesia yang memimpikan pengakuan dan penerimaan identitas transpria dalam kehidupan bermasyarakat serta tersebarnya informasi, pengetahuan dan akses yang merata bagi seluruh transpria di Indonesia. Transmen Indonesia berdiri tahun 2015 atas kesepakatan 21 transpria dari 8 propinsi di Indonesia.

Pada ulasan kali ini, Qbukatabu berkesempatan melakukan wawancara mendalam dengan salah satu narasumber, yaitu Amar Alfikar dari Transmen Indonesia, yang juga berperan sebagai penyusun narasi penelitian tersebut.

Berdasarkan cerita Amar Alfikar, sejarah gerakan transpria di Indonesia, tidak jauh berbeda dari situasi global yaitu gerakan transpria yang masih tertinggal dibandingkan gerakan transpuan yang sudah dimulai sejak 80an. Menurutnya, ada berbagai faktor yang menjadi salah satu penyebab tertinggalnya gerakan transpria di Indonesia, misalnya budaya patriarki yang mengakar dan menjadi toxic masculinity. “Dari perjumpaan kawan-kawan di akar rumput, rata-rata transpria yang tidak muncul di publik karena ada stigma bahwa transpria harus gagah atau macho. Jika aku tampil feminin, maka perundungannya akan berlipat ganda.”

Menurutnya, momen penting kemunculan gerakan transpria di Indonesia dimulai sejak kegiatan Transmen Camp #1 pada 2014. Tahun tersebut menjadi awal mula pengorganisasian khusus bagi transpria untuk menciptakan ruang pertemuan yang aman. Pada tahun 2015 kemudian kembali dilaksanakan Transmen Camp #2, yang menjadi cikal bakal lahirnya Transmen Indonesia.

Sayangnya, di tahun 2016 isu LGBT disorot habis-habisan oleh media dan pemerintah, terjadi berbagai ujaran kebencian pada LGBT yang dilontarkan tokoh politik, tokoh agama, hingga media sehingga LGBT berada pada situasi yang kurang aman, seperti komentar yang mengancam, bahkan potensi persekusi. Dikarenakan permasalahan itu, Transmen Indonesia juga terkena dampak. Orang-orang di dalamnya memutuskan vakum untuk sementara.

Pada tahun 2019, orang-orang yang masih aktif di Transmen Indonesia memutuskan kembali berkomitmen dan menjadikan Transmen Indonesia sebagai organisasi yang lebih terstruktur. Saat ini Transmen Indonesia telah memiliki enam pengurus, mulai dari Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Bahkan, di tahun 2020, di tengah masa pandemi, Transmen Indonesia telah menginisiasi penelitian lewat perjumpaan daring, yaitu diskusi terfokus. Perjumpaan ini menjadi ruang aman bagi transpria di berbagai daerah Indonesia serta membangun solidaritas di tengah masa pandemi Covid-19. Ada 56 individu transpria dari 15 daerah di Indonesia yang hadir dalam diskusi terfokus ini.

Berdasarkan wawancara, salah satu latar belakang penelitian ini karena transpria kerap dijadikan objek penelitian, tanpa melihat kemampuan dan kapasitas yang dimiliki. “Kami tidak lagi ingin dijadikan angka, kami ada kapasitas untuk melakukan penelitian. Kami adalah penggerak, berdaya, dan seluruh proses penelitian ini dilakukan oleh transpria.” ujar Amar.

Transmen Indonesia menggunakan metode penelitian secara kualitatif, yaitu dengan menggali pengalaman individu transpria yang berangkat dari tujuh pertanyaan kunci, seperti (1) penerimaan diri, (2) kebebasan berekspresi dan berkumpul, (3) pergulatan iman dan keyakinan, (4) diskriminasi, stigma dan persekusi, (5) pengalaman terapi konversi, (6) mereka yang mendukung dan menerima, (7) memupuk harapan, menatap masa depan.

Cerita lain dari penelitian ialah ada anjuran keluarga yang relijius untuk melakukan terapi konversi. Menurut Amar Alfikar, itu menjadi temuan karena ada relijiusitas dari ragam agama yang ada dalam suatu keluarga menjadi pemicu atas adanya pemaksaan terapi konversi terhadap individu trans. “Pemaksaan terapi konversi yang berlatar agama tidak hanya di satu agama, artinya ini bukan soal agama, tapi konteks keluarga juga menjadi faktor pemaksaan terapi konversi.” imbuhnya.

Tabumania, pada bagian akhir dari penelitian ini, transpria memupuk harapan dan menatap masa depan bagi dirinya. Harapan ini didasari nilai bahwa setiap individu yang memiliki keunikan mampu mengembangkan kapasitas diri, rasa percaya diri, dan tumbuh untuk melakukan hal-hal yang disenangi. Dari 56 individu transpria yang terlibat, berikut salah satu kutipan peserta dari Sulawesi Tengah

“Aku ingin berpesan untuk diriku sendiri, agar bisa memaafkan, belajar menerima diri sendiri. Kita orang istimewa, walaupun orang bilang kita berdosa karena agama, tapi kita yang paling tahu diri kita. Cukup dengan belajar menerima identitas kita, cukup membantu mendongkrak. Terimakasih teman-teman, ruang ini membuatku merasa aku tidak sendiri.”

Dari penelitian ini, Transmen Indonesia berharap dapat membawa semangat untuk mengejar perjuangan yang tertinggal, termasuk untuk merawat organisasi. Pengennya ke depan, ini menjadi semacam reminder bahwa kami (TI) masih ada “pekerjaan rumah” yang begitu banyak untuk bisa sustainable dalam gerakan transpria, ada tugas untuk membenahi managemen kami secara internal dan menentukan lanngah ke depan termasuk berjejaring dengan kolektif yang interseksion.”

Nah, Tabumania, bagaimana dengan temuan tersebut? Keren kan?! Bila ingin melihat lebih lengkap hasil penelitian bisa dari tautan berikut ya https://bit.ly/MelihatLebihDekatTranspria Penelitian yang dilakukan Transmen Indonesia tentu patut diberikan apresiasi karena menjadi satu-satunya yang membuat penelitian tentang transpria dari dan oleh transpria. Artinya, transpria sudah memulai langkah untuk lebih eksis di gerakan, baik sebagai individu dan kelompok yang berdaya.

About Ino Shean

Ino Shean, bukan nama yang sebenarnya. Menurut weton terlahir sebagai orang yang ambisius, urakan tapi mempesona dan penuh kasih sayang. Aktif dalam gerakan, komunitas dan organisasi di isu seksualitas sejak usia 18 tahun. Suka membaca novel, olahraga dan masih bercita-cita menjadi vegetarian. Pecinta film Marvel and DC! Dapat dihubungi lewat IG @ino_shean

0 comments on “Lihat Lebih Dekat Transmen Indonesia

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: