Buka Layar

LGBTIQ di Rumah Aja, Yakin Aman-Aman Aja?

Tabumania, gak terasa bulan Mei udah mau berakhir. Banyak dari kita yang udah “di rumah aja” hampir dua bulan lamanya. Pastinya kalian kangen panas-panasan di luar, motor-motoran, jalan-jalan di mall, nongkrong di warung kopi sama teman-teman, padat-padatan di transportasi umum, belanja di pasar dan banyak kegiatan lainnya eim. Nah, beda lagi yang dialami sama petugas medis dalam situasi kek sekarang ini. Mereka justru pengen di rumah aja, kumpul sama keluarga, rebahan di kamar atau leyeh-leyeh depan tipi. Sayangnya, mereka harus nunda itu semua sampai bener-bener aman untuk pulang karena harus bekerja menangani pasien di rumah sakit. Yah, kita doain aja ada keajaiban yang bisa bikin keadaan membaik. Capek ngarepin pemerintah buat ngatasin keadaan, di PHP-in terus.

Ngemeng-ngemeng si Covid-19 ini udah ngambil banyak hal dari hidup kita. Mulai dari nyawa orang-orang di sekitar kita, ruang gerak kita bahkan dia juga nyumbang banyak ke peningkatan kekerasan. Kok bisa? Ya bisalah, logikanya gara-gara si Covid-19 banyak orang terpaksa harus tetap di rumah karena bekerja dari rumah ataupun dirumahkan, diberikan cuti tak berbayar dan dipecat. Perubahan keadaan ini awalnya gak akan langsung keliatan dampaknya, tapi lama-lama pas ngeliat situasi makin gak nentu, orang pastinya makin cemas dan mudah tersulut. Gak perlu hal yang gede, hal se sepele tutupin pintu aja bisa jadi bahan debat dalam situasi kaya sekarang. Konon lagi soal perbedaan yang susah diterima kayak perbedaan identitas gender sama orientasi seksual. Bheeeeuh gak pandemi aja jadi perdebatan terus, apalagi pas jaman lagi gila-gilanya gini.

Tabumania hidupnya kawan-kawan Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender, Interseks dan Queer (LGBTIQ) khususnya yang belum ngantongin penerimaan dari keluarga bakalan dekat banget sama kekerasan dalam keluarga di rumah. Kenapa? Karena masih banyak banget keluarga yang nganggap punya anak LGBTIQ itu aib, kesialan ataupun musibah. Bisa dibayangin ya sikap, kata-kata sama kelakuan orang yang punya anggapan kayak gini ke anaknya atau saudaranya yang LGBTIQ.

Nah, itulah yang bikin kebanyakan kawan-kawan LGBTIQ yang belum diterima sama keluarganya itu memilih buat gak berlama-lama di rumah. Kawan-kawan LGBTIQ ada yang sengaja ke luar kota buat sekolah, kuliah ataupun kerja. Nah gara-gara situasi Covid yang begindang, kawan-kawan LGBTIQ yang punya alasan buat ngehindari rumah, mau gak mau harus tinggal di rumah terus ngelepasin semua kenyamanan dan ruang aman mereka punya. Sampe-sampe nih ya, ada kawan LGBTIQ yang dipaksa tobat karena keluarganya berfikir wabah ini ada karena banyaknya dosa yang dibuat oleh manusia dan salah satu penyumbang dosa adalah anaknya yang LGBTIQ, alemong.

Ngomongin soal kekerasan di dalam rumah, gak semua korban kekerasan itu tau kalau dia ngalamin kekerasan. Ada nih ya satu temannya Nce, dia tuh translaki-laki sebut aja namanya Fulan ya. Suatu hari di rerumpian online, kita tuh ngebahas soal kekerasan di rumah selama karantina mandiri ini kan. Fulan bilang kalau dia gak pernah dapat kekerasan dari keluarganya. Abangnya memperlakukan dia kaya lakik banget setelah dia melela ke keluarganya. Abangnya jadi sering banget ajakin dia maen sama-sama, tukar-tukaran barang, lebih sering koloran doang depan Fulan terus abangnya juga sering ngebahas soal penisnya yang tiap pagi bangun. Pokoknya Fulan ngerasa abangnya brader banget deh sama dia.

Mungkin ada dari Tabumania yang udah ngeh ini tuh kekerasan, tapi Fulan enggak. Dia justru merasa diperlakukan dengan baik sama abangnya yang menganggap mereka “sama-sama lakik”. Agak menjebak sih tapi itulah yang khas dari kekerasan yang dialamin sama kawan trans. Kekerasan yang disamarin sama embel-embel penerimaan sampe akhirnya si trans nya ini enggak merasa lagi jadi korban kekerasan. Sama kayak kawan transpuan yang dikurangi hak warisnya karena dia udah jadi perempuan.

Ini semua gara-gara patriarki. Apa hubungannya? Sini Nce kasi pencerahan.

Sistem yang namanya patriarki ini bikin yang namanya gender biner sama heteronormatif viral. Si gender biner ini ngebawa ilmu kalau manusia di dunia ini diciptakan dua jenis, yang lahir berpenis itu laki dan yang lahir bervagina itu perempuan. Kalau ada manusia yang lahir berpenis tapi ngerasa dirinya perempuan, dianggaplah orang itu menyimpang. Gitu pula si heteronormatif, dia ngatur kalau hubungan romantis yang ada di dunia ini ya cuma hubungan antara laki sama perempuan. Kalau hubungan perempuan sama perempuan dibilangnya menyimpang. Lalu negara melanggengkan sistem patriarki dengan ikatan pernikahan agar bisa mengaturnya. Apa iya tujuan kita hidup di dunia ini cuma untuk menikah sama punya keturunan?

Sayangnya sistem patriarki ini udah mendarah daging plus melekat kaya permen karet. Susah dilepasinnya dari kehidupan sehari-hari karena diturunkan terus-terusan dari nenek buyut sampe ke cicit. Itulah yang bikin kawan-kawan LGBTIQ yang dianggap menyimpang terus-terusan juga harus berjuang melawan kekerasan di bumi ini, gatau deh kalau di Mars gimana. Tapi nih Tabumania, Nce bocorin ya kalau sebenarnya kekerasan dalam keluarga yang dialamin sama kawan-kawan LGBTIQ ini ada hubungannya sama sikap abai negara kita tercinta ini. Kekerasan dalam keluarga yang korbannya LGBTIQ pasti diangap wajar. Coba aja laporin ke pihak berwajib pasti ada tuh  yang bakal bilang “kamu sih gak normal, wajarlah keluarga kamu marah”.

Tabumania, kalau kamu jadi korban kekerasan atau ngeliat, ngedengar  dan tau seseorang lagi jadi korban kekerasan, jangan pula lah diam-diam aja. Kamu bisa minta pelaku buat berhenti melakukannya, kalau kira-kira gak berani, minta bantuan orang lain. Di kasus kekerasan yang LGBTIQ jadi korbannya, mungkin gak semua orang mau menolong karena nganggap itu satu hal yang wajar terjadi. Kamu bisa ngelapor ke komunitas/organisasi LGBTIQ, organisasi perempuan atau LBH terdekat. Kalau kamu gak tau organisasi terdekat yang bisa membantu, kamu bisa cari tau dengan menghubungi buka layanan Qbukatabu via WhatsApp di +62 853 1436 4084 setiap Senin-Jumat pukul 10.00 WIB s/d 17.00 WIB.

Negara ini mungkin udah lupa kalau di Pembukaan UUD 1945 itu, salah satu tujuan dibentuknya pemerintahan ya buat melindungi segenap bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia. Kalau diliat-liat, sampe sekarang belum ada tanda-tanda kalau tiap orang di negara ini bisa hidup aman, nyaman dan sejahtera lahir batin sesuai sama yang diharapkan dirinya. Dirinya loh ya bukan orang lain. Harusnya di keadaan yang kaya gini daripada ngesahin UU Minerba dan mikirin ekonomi,  mendingan  mikirin keselamatan sama kesejahteraan warganya. Kalau kata seorang teman yang jauh di sana, ekonomi bisa bangkit lagi tapi yang mati gak akan pernah bisa idup lagi.

 

0 comments on “LGBTIQ di Rumah Aja, Yakin Aman-Aman Aja?

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: