Kehidupan manusia tak lepas dari cinta. Cinta menemani proses kehidupan melalui pengalaman yang berbeda-beda. Mulai dari jatuh cinta hingga putus cinta, jadi lajang, gebetan, pacar, atau pasangan hidup. Keputusan dalam mewujudkan cinta pun beragam. Ada yang memutuskan hidup sendiri, memiliki relasi intim, mengakhiri relasi, atau mengambil jeda untuk menikmati waktu dengan diri sendiri.
Cinta juga mendapat kritik dari para feminis. Ia tidak cukup dipandang sekedar sebagai kondisi alamiah manusia, tapi juga produk dari masyarakat dan budaya. Dalam budaya yang menjunjung nilai heteroseksual dan patriarki, cinta menjadi sebuah ide yang malah meneguhkan opresi terhadap perempuan lalu menjebaknya dalam pola relasi heteroseksual yang eksploitatif. Dalam relasi eksploitatif ini, Simon de Beauvoir (1972) menyampaikan bahwa perempuan kemudian cenderung untuk secara penuh terbenam dalam cinta sehingga ia semakin tersubordinasi karena kehilangan dirinya sendiri:
“Tidak ada jalan bagi perempuan selain kehilangan diri, tubuh dan jiwanya di dalam diri laki-laki. Laki-laki merupakan sosok absolut dan utama bagi perempuan. Lalu, perempuan memilih memuja hasratnya yang penuh dengan kepatuhan dan ketundukan sebagai sebuah ekspresi dari kebebasannya… Ia lalu akan dengan senang hati menjadi sebuah ketiadaan ketika ada dihadapan laki-laki.”
Karenanya, dalam mengulas cinta juga sepatutnya meninjau dampak cinta bagi diri sendiri. Hal-hal apa saja yang Tabumania alami tentang cinta? Bagaimana ide tentang cinta yang selama ini tersebar lewat lagu, puisi, buku, dan obrolan di lingkungan sehari-hari mempengaruhi penghayatan Tabumania tentang cinta? Dukungan seperti apa yang diperlukan agar cinta tidak lagi terkungkung dalam norma heteroseksual dan patriarki? Di bulan ini, yuk kita sama-sama membahas berbagai hal tentang cinta.
0 comments on “Memahami Cinta”