Buka Layar

Merawat dan Mengubah Vagina, dari Mitos hingga Tradisi

Tabumania, pernahkah melakukan perawatan vagina? Atau mencoba mencari di Google tentang “perawatan vagina”? Bermacam pilihan pun bermunculan, mulai dari cairan pembersih kewanitaan, ratus, totok vagina hingga perawatan operasi medis seperti labioplasty dan vaginoplasty. Kebanyakan artikel biasanya menjelaskan perlunya perawatan vagina bukan hanya untuk kesehatan, tetapi juga untuk memuaskan dan menyenangkan hati pasangan. Sebetulnya, seberapa penting sih perawatan vagina itu bagi kita?

Berikut ini beberapa penjelasannya tentang alasan dan konsekuensi dari masing-masing jenis perawatan vagina tersebut.

Cairan pembersih kewanitaan
Banyak perempuan percaya menggunakan produk ini bisa membuat vagina wangi sehingga membuat hubungan seks dengan pasangan menjadi lebih nyaman. Kenyataannya justru sebaliknya, Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin, dr. Retno Indrastiti, Sp.KK (Tirto.id, 2018) mengatakan bahwa penggunaan cairan pembersih justru akan mengacaukan PH alami vagina dan menyebabkan keputihan serta jamur. Menurutnya membersihkan vagina cukup menggunakan air bersih saja tanpa perlu cairan khusus lainnya. Selain itu hal yang lebih perlu diperhatikan ketika membasuh vagina adalah kebersihan air yang digunakan lalu arah membersihkan dari vagina ke anus, dan bukan sebaliknya.

Ratus
Metode menguapkan vagina dengan menyertakan rempah-rempah atau herbal khusus seperti kayu secang, bunga mawar, kunyit, kayu manis, dan akar wangi. Rempah-rempah tersebut diletakkan pada wadah tertutup menyerupai kursi. Pada bagian tengah wadah terdapat lubang sebagai tempat keluar uap sekaligus sebagai tempat duduk. Perawatan ini juga terdapat di Amerika dengan menggunakan Mugwortt, sejenis tanaman aromatik yang digunakan dalam pengobatan tradisional Tiongkok (Tirto.id, 2017).

Ratus banyak dipercaya mampu membuat vagina wangi dan kencang sehingga menambah kepercayaan diri dalam berhubungan seksual dengan pasangan. Bahkan di beberapa salon, ratus menjadi jenis perawatan yang khusus disiapkan dalam paket perawatan pra pernikahan.

Alih-alih membuat vagina wangi dan kencang, metode ini justru membawa banyak efek samping. Mary Jane Minkin, M.D., profesor klinis obgyn dari Yale School of Medicine (Tirto.id, 2017) menyatakan bahaya yang ditimbulkan akibat ratus. Pertama, risiko terbakar karena uap yang dihasilkan ramuan ratus panas atau bersuhu tinggi. Kedua, pemanasan yang dilakukan justru bakteri atau jamur (candida) akan berkembang biak, karena candida tumbuh subur pada kondisi hangat dan lembap. Selain itu, enzim dalam vagina juga akan menurun, sementara aliran darah meningkat, dan reaksi tersebut justru membuat vagina menjadi gatal.

Labiaplasty dan vaginoplasty
Perawatan vagina lainnya adalah vaginoplasty (operasi pengencangan vagina) atau labiaplasty (operasi koreksi labia). Mengutip dari Tirto.id (2017) proses pembedahan labiaplasty pada dasarnya adalah memperpendek, atau membentuk kembali bibir vagina. Jaringan yang tidak diinginkan dipotong dengan pisau bedah, atau laser, kemudian dijahit kembali. Sementara vaginoplasty adalah operasi untuk mengencangkan kembali otot vulva yang biasanya muncul setelah perempuan melalui fase bersalin. Mulanya, pembedahan ini banyak dilakukan perempuan untuk menyembuhkan bagian tubuhnya yang dianggap tumbuh “tidak normal”. Misalnya saat bagian labia lebih menonjol ke luar atau dirasa terlihat tidak simetris. Perempuan kemudian merasa perlu “merapikan” bagian yang “tidak normal” ini supaya terlihat lebih bagus secara estetika dan menambah kepercayaan diri. Namun, labiaplasty kemudian berkembang menjadi salah satu jenis operasi bedah yang semata-mata untuk tujuan kecantikan penampilan semata. Hal ini terjadi karena pengaruh persepsi perempuan tentang “keadaan normal” yang diinginkan, termasuk juga “penampilan ideal” vagina mereka. Bentuk vagina ideal seringkali digambarkan sebagai vagina yang berwarna merah muda, bentuk labianya kecil serta memiliki lubang yang sempit.

Padahal labiaplasty dan vaginoplasty memberikan efek pembedahan yang dapat menyebabkan hilangnya sensitivitas karena kerusakan saraf pada alat seksual, nyeri, bahkan infeksi. Hal ini dijelaskan oleh Jonathan A Wu dalam penelitiannya yang berjudul Labioplasty for Hypertrophic Labia Minora Contributing to Recurrent Urinary Tract Infections.

Sunat perempuan atau Mutilasi Vagina
Dari semua jenis metode perawatan dan penyesuaian organ genital, sunat perempuan adalah bentuk yang paling ekstrim. Praktik budaya yang masih sangat kental dilakukan di negara Afrika, Timur Tengah, Asia dan Amerika Selatan ini dilakukan dengan memotong (sebagian) vagina (khususnya klitoris) yang sekaligus juga membuat perempuan menjadi seutuhnya perempuan dengan menghilangkan organ yang bentuknya menyerupai penis. Ada empat jenis sunat perempuan yang dilakukan:

1. Klitoridektomi yaitu pengangkatan keseluruhan atau sebagian klitoris yang peka dan kulit di sekitarnya.

2. Eksisi yaitu pengangkatan sebagian atau keseluruhan klitoris disamping pengangkatan labia minora atau liputan kulit di bagian dalam di sekeliling vagina.

3. Infibulasi yaitu pemotongan dan perubahan letak labia minora dan labia majora — lipatan kulit bagian luar di sekeliling vagina. Ini sering kali melibatkan jahitan yang meninggalkan hanya sebuah lubang kecil.

4. Praktik lain yang melibatkan tindakan menyakitkan seperti penusukan, penorehan, penggoresan atau pembakaran klitoris atau kelamin.

Meskipun tidak ada kaitan antara kebersihan dan kesehatan pada sunat perempuan, namun masyarakat yang mempraktikkannya percaya bahwa vagina perempuan perlu dipotong. Sedangkan perempuan yang tidak disunat dipandang tidak sehat, tidak bersih dan tidak berharga.

Dalam sebuah artikel berjudul “Sunat perempuan di Indonesia, tradisi atau ajaran agama?” (bbc.com/indonesia, 2016) Rena Herdiyani Herdiyani dari lembaga Kalyanamitra mengatakan sunat perempuan di Indonesia dilakukan mulai dari simbolis sampai melukai. “Ada yang dicungkil menggunakan pisau kecil atau jarum, diusap dengan betadine dan kain kassa, sampai pemotongan klitoris,” jelas Rena.

Sementara itu menurut Jurnalis Udin, guru besar Universitas Yarsi, Jakarta, tradisi sunat perempuan di Indonesia diduga berasal dari para pendatang dari Afrika melalui Yaman. Di mana mereka kemudian berdagang melalui wilayah Sulawesi kemudian ke Jawa.

Jurnalis menguraikan, tradisi tersebut dijalankan di Mesir sejak zaman Fir’aun. Saat itu sunat perempuan dijalankan dulu sampai dipotong klitorisnya. Meskipun sudah ada larangan maupun fatwa ulama al-Azhar tradisi tersebut masih dilakukan di Mesir. Terutama di kalangan akar rumput.

Begitu pula di Indonesia, tidak sedikit masyarakat yang masih percaya bahwa sunat perempuan adalah prasyarat untuk menjadikan seorang perempuan menjadi perempuan (muslim) seutuhnya karena telah menghilangkan (seluruh atau sebagian) klitoris (dan bagian vagina lainnya) yang dianggap menyerupai organ intim laki-laki. Lebih dari itu, perempuan yang sudah disunat diyakini akan menjadi perempuan yang “baik-baik” dan akan menyenangkan suaminya.

Tabumania, satu kesamaan dari beberapa jenis perawatan vagina tersebut yaitu: dilakukan atas dasar persepsi mengenai bentuk vagina yang “ideal”. Naomi Wolf dalam buku Beauty Myth Theory menyatakan bahwa selama ini perempuan-perempuan kulit hitam, kulit cokelat, maupun kulit putih di Amerika berhadapan dengan mitos kecantikan untuk menjadi perempuan yang sempurna. Tubuh perempuan terus dilekatkan dengan konsep kecantikan ideal yang menuntut perempuan untuk terus membentuk tubuhnya menjadi sempurna. Wolf menilai ada usaha dari industri kecantikan (kosmetik dan fashion) yang menjadi induk semang dari sistem patriarki untuk mengontrol kebebasan perempuan. Alih-alih menindas mereka secara langsung, patriarki dalam industri kecantikan menyerang perempuan dengan mitos kecantikan. Mitos kecantikan merupakan alat feminisasi perempuan yang membuat mereka terpenjara dalam ketidakpuasan terhadap tubuhnya, rasa tidak bisa memuaskan laki-laki, bahkan membenci dirinya sendiri (Wolf, 2002:10). Hal inilah yang kemudian membuat perempuan terjebak dalam bermacam gempuran pilihan metode “mempercantik” diri melalui industri kecantikan.

Tabumania, pilihan untuk merawat atau bahkan “memodifikasi” tubuh adalah hak setiap orang. Seseorang memiliki otoritas penuh untuk menentukan yang terbaik bagi tubuhnya. Ia bebas memilih untuk tidak melakukan apapun pada tubuhnya, melakukan perawatan bulanan atau bahkan melakukan operasi plastik. Kuncinya hanya ada di satu pertanyaan saja: “Apa alasanmu melakukan perawatan itu?”. Kita perlu pastikan bahwa hal yang kita pilih adalah benar karena dan untuk diri sendiri. Segala bentuk perawatan yang dilakukan seharusnya adalah bentuk perwujudan cinta pada diri sendiri. Bukan sebagai bentuk penghukuman pada tubuh karena ketidakmampuannya memenuhi standar kecantikan yang paripurna.

About Ino Shean

Ino Shean, bukan nama yang sebenarnya. Menurut weton terlahir sebagai orang yang ambisius, urakan tapi mempesona dan penuh kasih sayang. Aktif dalam gerakan, komunitas dan organisasi di isu seksualitas sejak usia 18 tahun. Suka membaca novel, olahraga dan masih bercita-cita menjadi vegetarian. Pecinta film Marvel and DC! Dapat dihubungi lewat IG @ino_shean

0 comments on “Merawat dan Mengubah Vagina, dari Mitos hingga Tradisi

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: