Pendisiplinan menghasilkan tubuh yang patuh, tubuh yang dijinakkan. Begitu kira-kira yang dibayangkan Foucault, seorang filsuf abad 20. Baginya, tubuh selama ini didisiplinkan oleh berbagai institusi, mulai dari militer, penjara, sekolah, dan rumah sakit. Namun, di masyarakat yang modern, berbagai produk kecantikan, busana, diet, peremajaan dan pemutih kulit merupakan mekanisme pendisiplinan tubuh. Sama seperti institusi militer yang mendisiplinkan agar tubuh menjadi maskulin, seluruh produk tersebut juga membentuk rezim tubuh feminin. Disampaikan seorang feminis, Sandra Bartky, dalam dunia yang sangat heteroseksual, tubuh feminin ini sangat dilekatkan dengan tubuh perempuan sehingga ukuran, bentuk, gerakan tubuh, wajah menjadi tontonan bagi laki-laki.
Hanya saja, pendisiplinan yang terjadi bersifat individual dan anonim. Ia bukan lagi merupakan seruan atau perintah dari institusi yang formal, tapi siapapun. Bisa teman atau sahabat yang menegur bentuk tubuh kita yang semakin ‘tidak enak dilihat’. Dengan masifnya perkembangan media, termasuk media sosial, membuat siapapun bisa memposisikan tubuh sebagai tontonan lewat ponsel pintarnya tanpa perlu menjadi seseorang yang memiliki posisi khusus di sebuah perusahaan atau lembaga. Contohnya saja pemberitaan media tentang tubuh seorang anak perempuan berusia 14 tahun, dengan tajuk “Gaya Seksi Alexandra Siang, Pemilik Body Ideal yang Bikin Netizen Iri”. Celana pendek ketat, rok pendek, kaos you can see, wana kulit yang cerah, ukuran payudara menjadi standar bagi tubuh seksi perempuan.
Bartky juga mengungkapkan tentang pendisplinan oleh diri sendiri. Perempuan melakukan berbagai rangkaian olahraga dan pengaturan pola makan ketat dalam kesehariannya demi menuju tubuh ideal. Ia menakar jumlah karbohidrat yang dikonsumsi, menghitung kalori saat berolahraga, fokus pada latihan yang bertujuan mengencangkan otot perut dan panggul. Perempuan menggunakan berbagai krim pemutih kulit atau suntik pemutih badan karena warna hitam atau gelap bisa membuatnya jelek. Perempuan juga berupaya menjadi cantik, kurus, dengan karakter penurut dan mengendalikan hasrat seksualnya agar laki-laki bisa mendatanginya terlebih dahulu, mengajaknya menikah untuk selanjutnya menugaskannya melahirkan dan menjaga anak.
Di tengah norma yang memandang tubuh sebagai medium kepatuhan dan tubuh feminin yang dilekatkan pada perempuan, tubuh transgender semakin diasingkan, dihina, bahkan ditiadakan karena ia tidak bisa sepenuhnya diklaim sebagai tubuh feminin maupun tubuh maskulin.
Bagaimana tubuh menghadapi nilai dominan tentang yang ideal dan pantas? Bagaimana kita mampu mempertanyakan tentang tujuan dari berbagai pendisiplinan diri yang dilakukan dalam keseharian? Di edisi bulan ini, Qbukatabu mengajak Tabumania untuk menyelami kehadiran tubuh sebagai sederajat dengan kehadiran pikiran ataupun jiwa.
0 comments on “Menyelami Tubuh”