Tabumania, damai menjadi kata yang tidak asing bagi kita. Ia seringkali kita lihat dan dengar di berbagai tempat dan waktu. Mulai dari dua jari yang selalu diacungkan sembari bernyanyi ketika konser Slank digelar, slogan dalam rangka promosi berbagai destinasi wisata untuk melepas penat dan lelah, pesan para pemimpin dan tokoh dalam berbagai pidatonya, hingga kesepakatan tertulis untuk menandakan fase konflik bersenjata atau kekerasan komunal menuju tahap penyelesaiannya.
Damai menjadi energi untuk membangun dan merawat kehidupan. Di wilayah-wilayah di Indonesia yang memiliki sejarah konflik yang panjang, ia menjadi upaya untuk keluar dari budaya yang diwarisi dari satu generasi ke generasi dimana tak jarang identitas sosial tertentu, seperti agama, etnis, dan gender, menjadi patut untuk diasingkan, ditundukkan, dipisahkan dan dibenci. Disisi lain, damai juga masih diidam-idamkan di tengah situasi yang katanya sudah damai sekalipun. Hal ini karena ketidakadilan masih saja mengakar dan hirarki sosial terus menerus dipertahankan.
Di edisi Qbukatabu bulan ini, Tabumania akan diajak untuk bersama-sama menengok sejenak ke beberapa situasi yang terjadi di Indonesia tentang bagaimana seharusnya damai dimaknai dan dirawat berbagai kelompok dari lintas generasi, lintas geografi dengan cara yang beragam.
0 comments on “Menyusuri Damai”