Dalam beberapa bulan terakhir pemerintah gencar mendengungkan helatan G20 yang diselenggarakan pada November. Mengutip dari website sherpa G20 (26/9/2022) G20 adalah kelompok informal dari 19 negara dan Uni Eropa, serta perwakilan dari International Monetary Fund (IMF) dan World Bank (WB). G20 merupakan forum ekonomi utama dunia yang memiliki posisi strategis karena secara kolektif mewakili sekitar 65% penduduk dunia, 79% perdagangan global, dan setidaknya 85% perekonomian dunia. Mengutip setneg.go.id penunjukan Indonesia sebagai tuan rumah disebut Karo Humas Kemensetneg, Eddy Cahyono Sugiarto merupakan bentuk apresiasi dan pengakuan negara-negara besar di dunia bagi Indonesia.
Terkait penyelenggaraan G20 ini, saya pun berkesempatan mewawancarai Marhaini Nasution atau Kak Heni dari Aksi! For gender, social and ecological justice (Aksi!) Aksi! merupakan organisasi feminis yang didirikan perempuan-perempuan aktivis sejak 2012. Lingkup kerjanya fokus pada isu sosial, gender dan ekologi. Mereka juga menangani isu keuangan internasional, pembiayaan iklim, juga proyek-proyek berkaitan dengan perubahan iklim. Nah, Aksi! berkesempatan tergabung dalam C20 dan W20 yang merupakan kelompok kerja (working group) G20. Lalu apa itu C20, W20 dan G20? Selengkapnya simak dalam ulasan obrolan kami yaaa
Menurut Kak Heni, G20 memiliki beberapa isu utama yang dibahas antara lain isu arsitektur kesehatan global, transformasi digital, dan transisi energi berkelanjutan. “Isu-isu dibahas di working group kemudian disampaikan di G20.”katanya. Lebih lanjut Kak Heni menuturkan di G20 itu ada berbagai macam working group. Diantaranya ada Urban 20 atau U20 yang berisi para mayor, gubernur, walikota berbagai negara. Ada pula Youth 20 yang berisi gabungan anak-anak muda. Selanjutnya ada Women 20 atau W20 yang berisi para perempuan dari berbagai negara. Ada juga Civil Society 20 atau C20 yang berisi NGO-NGO (Non-Govermental Organization) di dalamnya. Nah, masing-masing working group tersebut akan mengadakan summit (konferensi) untuk membahas kerangka kerja atau usulannya – yang disebut komunike. Komunike inilah yang nantinya diusulkan di G20. “Jadi, komunike yang mereka usulkan terhadap G20 itu apa. Apa hasil poin-poin penting yang mereka hasilkan dari setiap working group untuk diusulkan di G20. Namun, apakah komunike itu diterima oleh G20 atau tidak itu tergantung kesepakatan G20 lagi kan. Tergantung keputusan-keputusan para petinggi G20. Apakah sesuai kepentingan mereka atau tidak.”jelas Kak Heni.
Lalu Kak Heni juga menjelaskan keputusan C20, yang di dalamnya terdapat banyak working group misalnya humanitarian, disabilitas, perempuan, pajak, sustainable finance (keuangan berkelanjutan), lingkungan dan perubahan iklim. Nah, di dalam pembahasan isu-isu tersebut nanti ada yang namanya cross-cutting issues (isu lintas sektor). Misalnya ketika melakukan pembahasan mengenai pajak dan utang lalu dimasukkan di dalamnya yaitu isu gendernya. Lalu ketika membahas tentang utang juga dibahas mengenai dampak utang terhadap perempuan, kaitannya pajak terhadap perempuan, kaitannya kenaikan pajak global terhadap perempuan. “Misalnya pajak itu perusahaan-perusahaan global minta 15 persen turun kalau 15 persen turun itu artinya pendapatan kita berkurang, kalau pendapatan kita berkurang itu pajak korporasi, itu artinya uang kita jadi sedikit. Itulah pentingnya intervensi, intervensi gender di dalamnya. Kalau tidak terus menerus disuarakan nantinya akan berdampak merugikan bagi masyarakat dan perempuan.”kata Kak Heni. Dalam kesempatan tersebut Kak Heni juga menyebut tentang upaya Aksi! dalam memberikan penguatan, pemahaman bagaimana isu G20 kaitannya dengan isu masyarakat adat.
Hambatan yang dihadapi dalam menyampaikan masukan terhadap G20, menurut Kak Heni adalah banyaknya isu yang belum tentu diadopsi. Ia menjelaskan, G20 terdiri dari negara-negara dan pemerintah. Mereka dinilai memiliki kepentingan sendiri sehingga mereka pun akan mendorong kepentingan tersebut terhadap negara-negara peserta, “Nah, kita sebagai masyarakat sipil yang ada di C20 atau luar C20 misalnya NGO-NGO yang ada di luar itu, yang tidak terlibat di C20 itu kan tuntutannya bagaimana mendorongkan (mengusulkan) kepentingan kita ke mereka lalu nanti ketemunya (usulan tersebut) di mana. Dan itu akan sulit untuk ketemu, tapi movement itu penting, kalau tidak ada yang menyuarakan, mereka gak akan tahu apa kepentingan kita. Makanya harus terus disuarakan. Ini namanya people movement atau people power kan. Intinya harus terlibat dalam mendorong kepentingan kita di dalam G20 agar bisa diadopsi.”tegas Kak Heni.
Kaitannya dengan penyelenggaraan G20 ini pun Kak Heni berharap pemerintah bisa mendengarkan setiap hasil komunike yang disampaikan. Apalagi dengan banyaknya isu yang dibahas. Selain itu ia pun berharap masyarakat sipil bisa bergerak bersama untuk menuntut keadilan yang berhubungan dengan setiap keputusan yang dihasilkan. “Saya juga berharap masyarakat bisa memahami keputusan-keputusan yang ada di G20 erat implikasinya terhadap masyarakat dan itu perlu kesadaran masyarakat untuk memperhatikan hasil-hasil keputusan dari G20 yang berpengaruh terhadap sendi-sendi kehidupan masyarakat khususnya perempuan.”kata Kak Heni.
Nah, bagaimana tanggapan Tabumania tentang hal ini? Makin tertarik untuk mengikuti penyelenggaraan G20 atau tidak ni? Yah, setidaknya cari tahu lah bagaimana poin-poin yang dihasilkan bisa melalui media massa atau website g20.org.
0 comments on “Keterlibatan Aksi! Dalam G20”