“Kecewa sih sebenarnya dengan perusahaan. Disaat karyawan lagi semangatnya cari kerja untuk menghidupi keluarga karena sebentar lagi Idul Fitri, tapi di saat itu juga ternyata kontrak kerjanya harus diputus.”
Demikian pesan singkat yang dikirim Yumi ketika saya meminta waktunya untuk dapat berbagi pengalamannya mengenai pabrik yang memutus kontraknya tanggal 15 Maret lalu. Selanjutnya, Yumi setuju untuk melakukan wawancara via telepon pukul 21.00 WIB. Waktu ini tepat untuk Yumi karena ia baru tiba di rumah kontrakannya pukul 20.00 WIB selepas bekerja. Ia baru saja masuk kerja di pabrik yang baru awal minggu keempat bulan Maret.
Yumi bercerita bahwa ia kini bekerja di pabrik yang memproduksi jaket dan celana di daerah Citeureup, Bogor. Ia mendapat informasi tentang kebutuhan buruh di pabrik tersebut dari kawannya saat Yumi memasang whatsapp status bahwa ia sedang mencari kerja. Meskipun jarak tempuh dari kontrakan ke pabrik berjarak satu jam dan Yumi belum menerima kontrak dari pabrik tersebut, ia tetap mengambil kesempatan ini.
“Karena mendekati lebaran dan puasa, masa iya sih mau nganggur, mau dapat pemasukan dari mana. Daripada ngga ada sama sekali, jadi diambillah di PT itu. Di PT baru kalau ada pengalaman (jahit), langsung masuk. Yumi belum dikontrak karena baru masuk seminggu. Belum tahu akan dikontrak sampai berapa bulan.”
Saya bertanya tentang alasan Yumi diputus kontrak di pabrik sebelumnya. Yumi menjelaskan bahwa ia pun cukup kaget ketika awal Maret ia dipanggil ke ruangan HRD. “Dia ngomong begini: kamu tanggal 15 terakhir kerja. Alasannya ngga ada orderan, lagi ngga ada pemasukan bahan untuk jahit. Dua bulan setelah lebaran, lamar lagi kalau memang mau”.
Rasa kaget Yumi muncul karena Yumi merasa sudah amant. Ia sudah membayar admin sebesar empat juta kepada calo yang merupakan orang dalam di pabrik tersebut. “Sebelum masuk pabrik, Yumi dijanjikan mau dikontrak panjang, makanya Yumi menyetujui untuk membayar biaya admin. (Calonya bilang) satu karyawan itu biasanya dua tahun, tetapi karena ada omnibus law, satu karyawan itu dikontraknya selama 5 tahun tapi bertahap. Sekali kontrak, sekali tandatangan itu 6 bulan, tapi akan diperpanjang sampai 5 tahun.”
Yumi bercerita tentang putus kontrak yang dihadapinya pada Suara Pelangi, komunitas buruh dan pedagang yang anggotanya adalah lesbian, andro, buchie, dan transman. Yumi merupakan salah satu pengurus di Suara Pelangi. Yumi bersama-sama menggerakkan Suara Pelangi selama kurang lebih setahun terakhir ini. Yumi menjadi bagian dari Suara Pelangi karena ia menemukan pengalaman yang sama dalam hal profesi dan seksualitas. Yumi adalah seorang buruh dan andro. Ketimbang disebut perempuan, Yumi lebih nyaman dengan sebutan andro. Bagi Yumi andro itu artinya seseorang dengan jiwa maskulin tapi penampilannya masih bisa feminin, seperti masih menggemari rambut panjang, pakaian feminin, dan juga nyaman bercelana ketat.
“Ketika tau situasi ini, pengurus lain kasih support. Lalu kami juga diskusi. Alasan pabrik memang ngga ada bahan, tapi semua juga tahu mereka ngga mau ngeluarin THR.” ujar Yumi.
Meskipun kini sudah bekerja satu minggu di pabrik yang baru, tapi Yumi tidak akan mendapat THR karena belum enam bulan atau satu tahun bekerja. Pendapatan Yumi di pabrik yang baru pun hanya setengah dari pendapatan di pabrik yang memutus kontraknya. Situasi ini membuat Yumi juga belum sepenuhnya lega.
“Dari sebelum diputus kontrak, Yumi memang ada tanggungan. Ada mama, keponakan yang udah ngga ada orangtuanya. Mama juga sendirian, ayah udah ngga ada. Jadi, Yumi ngerasa jadi tulang punggung, jadi satu-satunya yang nafkahin keluarga. Untuk ponakan buat sekolah, kalau mama buat kebutuhan masak, belanja bulanan. Ada keponakan tiga, yang satu udah mau lulus SMK, dua lagi masih SD, satunya kelas 4, satunya kelas 6. Yumi bayarin dua-dua (ponakan)-nya. Belum lagi lokasi tempat kerja Yumi jauh, untuk transport aja bensin fulltiga puluh ribu untuk tiga hari. Biasanya sepuluh ribu bisa tiga hari” jelas Yumi
Yumi pun tidak menceritakan persoalan pemutusan kontrak pada sang ibu. Yumi yakin ibunya akan menyuruhnya pulang ke Lampung jika tahu hal ini. Namun, Yumi juga khawatir jika pulang ke rumah, akan semakin menyusahkan dan menambah beban sang ibu. “Jadi Yumi bilangnya diliburin aja, ngga diputus kontrak. Kalau diputus kontrak, mama taunya juga Yumi ngga dapat apa-apa. Kalau diliburin, mama masih ada angan-angan Yumi dapat THR.”
Yumi belum mengetahui apakah ada anggota Suara Pelangi lain yang bernasib sama dengannya. Yumi berpikir mungkin bisa kembali melakukan aktivitas pemberdayaan ekonomi bersama Suara Pelangi melalui berjualan kacang goreng agar terkumpul dana bersama untuk mendukung kebutuhan anggota. “Yumi udah dua kali bikin kacang goreng. Pertama Yumi bikin sekitar 2 kg karena sebagai permulaan. Terus ditawarin ke anggota-anggota Suara Pelangi sendiri. Mereka pada seneng, langsung habis diborong. 2kg ini dibungkus kecil-kecil. Tahap kedua bikin 4kg, ada yang dibungkus kecil, ada yang setengah kilo dan seperempat, yang ini udah dijual keluar: ke pabrik-pabrik. Yang pesen temen-temen di pabrik, misalnya sekilo tapi dalam bentuk kemasan kecil, untuk camilan.”
Menuju bulan puasa dan juga lebaran, Suara Pelangi membuka pemesanan untuk pembelian kacang goreng. Pemesanan dilakukan bagi siapapun yang ingin menikmati kacang goreng buatan kawan-kawan buruh Supel sambil bersolidaritas dengan situasi buruh yang berpotensi diputus kontrak menjelang puasa dan lebaran. “Iya, boleh banget itu kalau ada yang ingin pesan. Kami jual satu rasa, kacang bawang. Untuk harga, kalau ukuran seperempat harga 15ribu, ukuran setengah kilo harga 30ribu dan untuk 1 kg, 60ribu.” (ada penyesuaian harga karena ketika artikel ini diterbitkan: utk ukuran ¼ kg seharga 20ribu, ½ kg seharga 35ribu, dan ukuran 1 kg seharga 65rb)


Di ujung telepon, saya meminta Yumi mengutarakan hal yang ingin disampaikannya pada kawan-kawan buruh. Saya bisa dengar suaranya yang jelas dan bersemangat.
“Buat buruh pabrik, mau kerja apapun profesinya atau jabatannya, jangan pernah mau nerima ditindas di pabrik atau di ladang sendiri. Kita perlu melawan walaupun ditindas, walau dia atasan, lebih tinggi jabatan dari kita. Kalau kita merasa ngga bersalah, ya lawan. Sekali lemah dihadapan mereka, bakal gugur, bakal kalah.
Tabumania, yuk dukung kawan-kawan buruh di Cileungsi, Bogor dengan memesan kacang goreng buatan mereka! Caranya mudah, tinggal hubungi nomor +62 888-0949-4844. Pengiriman saat ini terbatas di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek). Ongkos kirim akan menyesuaikan dengan tujuan antarnya.
Semoga kawan-kawan buruh bisa melewati bulan puasa dan lebaran dengan hati yang sedikit lega.
0 comments on “Jelang Puasa : Buruh Andro Diputus Kontrak dan Jual Kacang Goreng untuk Galang Dana”