Buka Layar

Refleksi

Hallo.. aku Yuninka Cicilia, Biasa dipanggil Cicil…

Pertama-tama aku mau mengucapkan terima kasih untuk seluruh inisiator dan fasilitator dalam workshop menjurnal bersama ini. Workshop sederhana ini sedikit banyak membawa perubahan dalam diriku sendiri.

Sebelumnya, perkenankan saya bercerita sedikit tentang hubungan saya dengan dunia jurnal.

Aku sendiri sudah mulai menjurnal sejak SD. Berawal dari rasa suka terhadap bentuk buku tulis yang unik, akhirnya aku meneruskan kebiasaan ini hingga aku dewasa. Saat kecil, aku lebih banyak menuliskan puisi natal, puisi paskah, pengalaman saat mudik atau keinginan-keinginan yang didoakan untuk masa depan. Namun, sejak aku berumur 16 tahun aku berhenti cuap-cuap lewat tulisan. Aku menghabiskan berbuku-buku jurnal dengan tempelan sampah struk belanja, tiket nonton, atau benda sentimentil lain seperti robekan lowongan kerja pada koran yang sudah pernah kucoba lamar sebelumnya. Semua itu kulakukan untuk mengabadikan kenangan tentang apa yang sudah kulewati.

Aku bergabung bersama SIRKAM (Sirkulas Kreasi Perempuan) salah satu komunitas yang menyediakan ruang aman di kota Medan. Aku belajar banyak hal di tempat ini sekaligus bertemu orang dengan beragam minat juga latar belakang. Founder SIRKAM yang mengetahui kesukaanku pada jurnal akhirnya menyarankan aku untuk mengikuti workshop ini. Tanpa ragu, aku langsung mendaftar. Proses menjurnal dengan mba Janti sebagai fasilitator berlangsung selama 10 hari dengan prompt berbeda hasil saran dari teman-teman yang juga sepakat mengikuti workshop ini.

Pengalaman titik balik kesadaranku dimulai pada sebuah tema. Saat itu, temanya adalah “Aku Kehilangan Merasakan…”. Tema ini membawa aku bertanya ke diri sendiri tentang apa yang sudah lama hilang dan apa yang aku rindukan. Pertama kali yang muncul di pikiranku dan sekaligus membuat aku menangis adalah kesadaranku bahwa aku sudah lama rasanya tidak merasakan kedamaian. Di tema ini, meskipun tulisanku tidak banyak, tetapi percakapan di kepalaku cukup membuatku paham bahwa semakin dewasa, rasanya duniamu semakin sibuk oleh tuntutan-tuntutan sekitar. Tidak ada waktu untuk mencerna emosi dan rasa sakit. Aku harus tetap bergerak. Aku tidak boleh menangis waktu kucing kesayanganku mati atau aku tidak boleh nelangsa saat ada orang yang berbuat semena-mena padaku, padahal di rumah pun aku sudah berusaha tetap hidup dan bernyawa. 

Aku tahu dunia yang nyata memang terus bergerak meskipun dunia di atas kepalaku sedang hancur-hancurnya. Kemacetan jalan tetap ada, matahari tetap terbit dari timur dan orang-orang di dekatku tetap bisa cekikikan saat nonton OVJ. Aku sadar dunia tetap berjalan normal sesedih apapun diriku sendiri, tetapi ada bagian yang kulupakan yaitu menjadi manusia yang sebenarnya tidak apa-apa kalau merasa sedih. Harusnya aku puas-puaskan saja menangis saat aku ingin menangis, atau harusnya biarkan saja aku merengkuh rasa pedih saat orang tuaku membebaniku dengan seabrek tanggung jawab yang menurutku belum waktunya. 

Aku rasa sehari menyendiri dan meluangkan waktu mencerna perasaan itu tidak akan membunuh siapa-siapa. Selama ini yang kulakukan ke diriku sendiri adalah menyangkal seluruh emosi yang kupunya dan escape dengan cara tidur selama yang aku mau. Aku jarang bertanya ke diriku sendiri apakah aku bahagia? Atau apakah aku sedih? Lantas bagaimana caranya berdamai dengan rasa sedih tanpa harus menghancurkan keberfungsianku sebagai manusia yang juga bekerja dan bertanggung jawab. Bagaimana caranya agar aku merasakan kedamaian?

Akhir kata, lewat proses menjurnal ini. Aku menemukan beberapa fakta tentang diriku sendiri yang memang harus kuajak berdamai. Aku sadar bahwa aku tidak akan pernah bisa meraih hati semua orang dan membuat semua orang bahagia. Proses menjurnal ini membawa aku merefleksi diri dan membangun tekad untuk hidup berkualitas dengan versiku sendiri. Bersama teman-teman lainnya yang juga membagikan hasil jurnal mereka, aku merasa tidak sendirian menghadapi dunia yang rumit ini. Aku juga sadar bahwa tidak ada tempat terideal di dunia ini untuk mencari kedamaian selain  diri sendiri. Oleh karena itu, hal paling dasar untuk bahagia dan damai adalah mencintai, memperlakukan dengan baik dan menerima diri sendiri dahulu.

Aku berterima kasih kembali untuk tim Qbukatabu dan mba Janti selaku fasilitator juga teman-teman dalam grup WhatsApp menjurnal bersama.

Kiranya kita semua berbahagia serta damai sentosa. Kesedihan, kepahitan, kekalutan yang kita rasakan; semoga kita punya kekuatan untuk menari di atasnya meskipun sambil sesenggukan. Dunia berjalan keras,  semoga boleh meluangkan sedikit waktu untuk menjadi manusia utuh yang barang sebentar saja hidup dalam kebebasan tanpa deadline, tanpa notifikasi, tanpa bully, hanya bahagia dan bebas.

Jaga kesehatan!!!

(Artikel ini ditulis oleh salah satu peserta Menjurnal Bersama untuk Pemulihan Diri. Seorang perempuan yang masih berjuang menemukan kedamaian dalam diri sendiri. Selain sibuk menjadi Mahasiswa semester akhir, juga sedang mengisi waktunya menjadi relawan di sebuah biro psikologi dan juga berkomunitas di SIRKAM (Sirkulasi Kreasi Perempuan) Kota Medan)

Portal pengetahuan dan layanan tentang seksualitas berbasis queer dan feminisme. Qbukatabu diinisiasi oleh 3 queer di Indonesia di bulan Maret 2017. Harapannya, Qbukatabu bisa menjadi sumber rujukan pengetahuan praktis dan layanan konseling yang ramah berbasis queer dan feminisme; dan dinikmati semua orang dan secara khusus perempuan, transgender, interseks, dan identitas non-biner lainnya.

0 comments on “Refleksi

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: