Tabumania coba cek di hape masing-masing, ada aplikasi apa saja nih yang diinstall? Dari sekian banyak aplikasi, mana saja yang paling kalian sukai? Lalu apa saja sih yang kalian bagikan di media sosial?
Saat ini banyak pilihan aplikasi chatting, media sosial, bahkan website menjadi ruang untuk menuangkan dan menyebarluaskan ide. Setiap orang dari berbagai usia bisa menyampaikan ide-ide perubahan, dukungan terhadap isu-isu sosial, dan kesetaraan gender melalui media sosial.
Mengutip Tirto.id, munculnya internet mendorong perubahan gaya hidup manusia. Nah, generasi yang disebut-sebut paling terkena dampak internet yaitu Generasi Y (Gen Y) dan Generasi Z (Gen Z). Gen Y atau Generasi Milenial yaitu individu yang lahir awal 1980-an sampai medio 1990-an. Sementara itu, ada beberapa pendapat mengenai perbedaan umur Gen Z. Tirto.id menyebutkan bahwa menurut Badan Statistik Kanada, Gen Z lahir pada 1993 hingga 2011. McCrindle Research Centre di Australia berpendapat Gen Z lahir pada 1995 hingga 2009. Pew Research Center menyebutkan siapa saja yang lahir pada 1997 dan setelahnya masuk sebagai Gen Z. Bahkan, bagi MTV Gen Z lahir selepas Desember 2000. Nah, Tabumania masuk Gen Y atau Z nih?
Gen Y berada di tengah-tengah, yaitu di antara generasi awal-awal masuknya internet karena saat masa kecil mereka tidak mengenal Internet. Mereka baru mengenal internet ketika usia remaja ke dewasa. Situasi ini berbeda dengan Gen Z yang memang telah berada di zaman internet sejak mereka kecil. Kemajuan teknologi dan internet tidak hanya mengubah gaya hidup, tetapi juga membuka banyak jenis pekerjaan baru. Makanya, Tabumania nggak perlu heran kalau semakin bermunculan YouTuber, selebtwit, selebgram belakangan ini.
Selain lebih akrab dengan teknologi, hal yang membedakan Gen Z dengan generasi-genarasi sebelumnya yaitu lebih toleran pada isu-isu ras, seksualitas, dan keberagaman (Tirto.id). Studi Pew Research Center seperti yang dikutip Kumparan.com menyebutkan kalau Gen Z lebih beragam dan toleran. Namun, tidak disebutkan alasannya, bisa jadi ada hubungannya dengan teknologi internet.
Selain untuk bersenang-senang, Generasi Milenial maupun Gen Z menggunakan media sosial lho untuk menyuarakan aspirasinya! Misalnya, mereka menyatakan dukungan untuk pengesahan Rancangan Undang Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS), kesetaraan gender, dan lainnya.
Salah satu contoh Generasi Milenial yang menggunakan media sosial untuk menyuarakan pendapatnya adalah Cania Citta Irlanie. Sebelumnya, ia menjadi editor The Geotimes lalu kini sebagai head of content di Geolive.ID. Cania juga giat berpendapat melalui tulisan di qureta.com, geotimes.com dan website pribadinya cittairlaine.com.
Pada salah satu tulisannya Apa itu Feminisme? Dan Apakah Diperlukan? Cania menjelaskan feminisme sebagai sebuah ideologi yang percaya pada kesetaraan gender. Kesetaraan berkaitan dengan pilihan hidup yang sama bagi semua gender. Ia menguraikan feminisme lahir sebagai respon terhadap peradaban yang percaya bahwa kodrat laki-laki selalu lebih superior dari perempuan. Baginya, feminisme hadir untuk mengoreksi kodrat yang menempatkan perempuan sebagai manusia kelas dua. Padahal, kodrat ini merupakan konstruksi sosial yang telah diyakini ribuan tahun. Oleh karena itu, perjuangan feminisme tidak hanya sebatas merevisi aturan-aturan sosial, norma dan hukum, tetapi juga merekonstruksi pemaknaan atas peran gender, relasi gender, posisi sosial gender serta mendobrak paradigma lama yang tidak adil gender (cittairlanie.com). Ada beberapa tulisan Cania lainnya yang berkaitan dengan feminisme dan isu-isu perempuan, namun ia tidak menyebut dirinya sebagai seorang feminis (YouTube Eno Bening). Selain vokal melalui artikel-artikelnya, Cania juga menggunakan twitter dan Instagram untuk menyuarakan pendapatnya.
Ada juga Kalis Mardiasih, seorang kolumnis dan penulis buku Muslimah yang Diperdebatkan. Kalis konsisten menulis isu-isu perempuan di berbagai media. Ia memiliki rubrik Kolom Kalis di detik.com. Sama seperti Cania, Kalis juga tidak menyebut dirinya sebagai seorang feminis. Belakangan Kalis getol memperjuangkan pengesahan RUU P-KS. Tulisan Kalis terkenal blak-blakan, ceplas ceplos, dan tajam dalam bergumentasi, baik dalam artikel-artikel maupun akun twitter @mardiasih dan instagramnya. Saat akun @indonesiatanpafeminis menuliskan “Tubuhku bukan milikku, tapi milik Allah”, Kalis menanggapinya dengan tweet “Karena Allah menitipkan tubuh kepadaku, maka aku wajib menjaga tubuhku dengan baik, yaitu dgn kesadaran sepenuhnya bahwa tubuhku punya hak: hak kesehatan reproduksi, hak cuti menstruasi dan hamil, hak akan rasa aman dengan tidak menerima diskriminasi, pelecehan dan kekerasan…”. Akun yang sama juga mempertanyakan feminism dengan takarir (caption) instagram “Perempuan itu dimuliakan, kenapa feminis ngotot banget ingin disetarakan?”. Ia menjawab dengan “Feminisme ingin kesetaraan sebab tidak semua perempuan memiliki privilej atas kemuliaan ukhti. Perempuan berjuang untuk mengakses pendidikan, hak bicara, hak politik, hak berekspresi di ruang publik. Tugas mulia perempuan sebagai khalifah di bumi terwujud jika ada kesetaraan.”
Gimana menurut Tabumania? Ikut greget gak tuh buat ikutan menulis atau mencuit? Tidak hanya Cania dan Kalis saja yang melakukan ini lho! Coba saja Tabumania mencari secara acak, pasti ada banyak akun Instagram dengan latar belakang mahasiswa atau pelajar yang tidak segan mengunggah aktivitas mereka saat melakukan aksi #womensmarch atau #sahkanruupks. Ada juga yang menggunakan internet untuk mencari informasi dan memberikan edukasi tentang isu-isu perempuan.
Salah satu contoh Gen Z adalah Faye Simanjuntak, co-founder Rumah Faye; sebuah yayasan yang fokus pada anti perdagangan dan prostitusi anak perempuan. Rumah Faye berdiri pada Oktober 2013 saat Faye berusia sekitar 12 tahun. Awalnya, Faye mengetahui perdagangan dan prostitusi anak lewat pelajaran sekolah. Lalu ia mencari tahu kasus-kasus tersebut melalui internet dan memikirkan peran apa yang bisa dilakukannya untuk mencegah kasus-kasus yang terjadi. Akhirnya, Faye membuat Rumah Faye yang memberikan pendidikan seksual terhadap anak-anak, diskusi maupun kampanye agar lebih banyak orang yang memahami perdagangan dan prostitusi anak perempuan. Nah, pada 2016, Rumah Faye mendirikan Rumah Aman untuk pemulihan anak-anak korban perdagangan dan prostitusi di Batam. Lokasi ini dipilih karena dekat dengan Singapura dan Malaysia yang banyak terdapat kasus perdagangan dan prostitusi anak-anak dan perempuan dari berbagai daerah.
Faye berharap keberadaan Rumah Faye bisa menekan kasus perdagangan dan prostitusi anak perempuan, bisa mendampingi dan memulihkan korban serta memberikan kesempatan bagi mereka untuk melanjutkan cita-cita. Ia berharap anak-anak bisa memperoleh kesetaraan atas hak-haknya (BINUS TV Channel YouTube). Faye menyadari bahwa selama ini belum ada payung hukum yang bersimpati di sisi korban. Oleh karena itu, ia turut mendesak disahkannya RUUP-KS. Akun Instagram @rumahfaye tidak segan me-repost materi-materi kampanye dukungan terhadap pengesahan RUUP-KS. Salah satunya infografis yang disusun Redaksi Qbukatabu lho!
Tabumania, feminisme memiliki arti yang luas. Setiap orang bisa memahami dan menerapkannya dengan cara berbeda. Cania, Kalis dan Faye memiliki cara masing-masing dalam menyuarakan pendapat. Dengan menyuarakan arti penting perjuangan hak-hak perempuan, orang-orang yang sebelumnya tidak mengetahui hal ini menjadi ngga asing lagi. Bahkan, kita bisa juga meng-counter ide-ide yang meniadakan kesetaraan, seperti yang dilakukan Kalis. Media sosial jadi ruang bagi Generasi Milenial dan Generasi Z untuk memberikan pendapat dan menyampaikan dukungan. Kalau kamu sendiri gimana Tabumania? Sudah ambil bagian juga ngomongin feminisme di saluran medsosmu?
0 comments on “Ngomongin Feminisme di Medsos ala Gen Y dan Gen Z”