Tabumania, Mei selalu menjadi bulan yang penuh momentum bagi Indonesia. Sejarah mencatat, bulan ini merupakan cikal-bakal negara yang demokratis, penanda lahirnya era keterbukaan, kesetaraan hingga kebebasan. Patut diakui, sejumlah peristiwa kejahatan kemanusiaan pada Mei 1998 adalah luka bagi banyak masyarakat kita. Kerusuhan, pembakaran, pembunuhan hingga penghilangan paksa aktivis masih menjadi ingatan kelam bagi kita semua. Hal ini juga termasuk peristiwa perkosaan yang menyasar pada perempuan Tionghoa saat kerusuhan Mei 1998 serta beberapa waktu setelahnya. Peristiwa tersebut semakin mendorong kekerasan terhadap perempuan masuk dalam kesadaran publik paska reformasi, terlebih setelah pengakuan dan permintaan maaf dari Presiden Habibie saat itu.
Indonesia tepat memasuki 20 tahun reformasi. Demokrasi telah menjadi bagian dari semangat reformasi: kekuasaan rakyat, bukan lagi kekuasaan sekelompok elit. Masyarakat tak bisa lagi dibungkam kebebasan berkumpul, berpendapat, serta mendiskusikan gagasan. Bagaimana gagasan tentang seksualitas dibincangkan paska 20 tahun reformasi ini dikala perkosaan Mei masih juga disangkal hingga kini? Bagaimana kran demokrasi merespon diskusi dan gerakan yang menjadikan seksualitas sebagai bagian dari kehidupan warga negara? Apa capaian dan refleksi yang dapat kita catat bersama sebagai generasi yang akan melanjutkan Indonesia setelah 20 tahun ini?
Bulan Mei ini, Qbukatabu akan mengupas sejumlah capaian dan tantangan tentang seksualitas dan demokrasi paska 20 tahun reformasi. Mulai dari menghidupkan terus ingatan tentang perkosaan Mei 1998 hingga perkembangan diskusi publik mengenai seksualitas dalam kurun waktu dua dekade ini. Tak lupa, perayaan Hari Internasional Melawan Homofobia, Bifobia dan Transfobia ikut menjadi momen yang semakin menggulirkan makna yang lebih beragam tentang seksualitas di Indonesia.
Selamat mengingat dan merayakan Mei, Tabumania!
0 comments on “20 Tahun Reformasi: Seksualitas dan Demokrasi”