Buka Cerita

Angka Jadi Suara: Mengupayakan Keadilan lewat Kreativitas

Kaki-kaki itu berjalan beriringan, sorot mata itu menangkap gerik mencurigakan dari tangan-tangan tak bertanggung jawab. Selama ini, buruh perempuan dianggap diam dan tidak dapat menyuarakan masalah mereka. Namun, film Angka Jadi Suara adalah catatan emas bagi perjuangan buruh perempuan ini. Publik lebih terbuka, media mencatat, diskusi dari satu panel ke panel lain digelar.

Bukan mereka tak pernah menegakkan kaki depan istana, melainkan sering. Namun, rasanya lebih dari cukup untuk mendapat penjagaan ketat atau sekedar slogan. Buruh perempuan perlu mencari cara lain agar suara mereka lebih didengar, lebih menyentuh dan menuai hasil. Keamanan serta bebas dari rasa takut bukan hanya milik segelintir orang.

Tabumania, tahun 2017 merupakan sebuah capaian penting bagi teman-teman buruh perempuan. Prestasi ini bukanlah sebentuk penghargaan atau simbol yang disematkan lewat piala atau sertifikat. Lebih dari itu, teman-teman buruh perempuan sudah berhasil mengekspresikan masalah yang selalu menjadi momok, yaitu pelecehan seksual di tempat kerja. Pelecehan seksual, mulai dari verbal hingga fisik, seolah pil pahit yang harus ditelan buruh perempuan. Padahal, keamanan di tempat kerja merupakan prinsip utama yang harus dijunjung karena sudah sepatutnya lingkungan kerja memberikan jaminan tersebut.

Angka Jadi Suara yang berdurasi kurang lebih duapuluh dua menit mengungkap dugaan praktik pelecehan seksual yang dialami para buruh perempuan di KBN Cakung, Jakarta Utara. Film diproduksi oleh Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP) dengan kolaborasi Perempuan Mahardhika. Sekelompok buruh perempuan turut terlibat dalam proses pengambilan gambar, pengarah kamera dan penata adegan. Organisasi masyarakat dan para buruh perempuan bergerak dari satu hunian ke hunian lain guna mendiskusikan isu pelecehan seksual dengan sesama rekan buruh. Mereka juga menampung pengaduan dari para korban sekaligus melakukan riset sejak tahun 2012, yang kemudian menjadi bahan cerita film ini.

Data dari Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP), sebanyak 25 buruh perempuan di 15 pabrik mengaku mengalami pelecehan seksual. Beberapa di antara mereka diminta untuk mengungkapkan kejadian yang pernah dirasakan. Awalnya, ada rasa takut dan menganggap bahwa menceritakan ini hanyalah akan membuka luka lama bagi para korban. Lambat laun, semangat serta pendampingan dari kawan-kawan jaringan turut membuka mata mereka untuk berani bersuara.

22 Menit dalam Ketakutan dan Harapan

Mula-mula, film menggambarkan rutinitas buruh perempuan di Kawasan Berikat Nasional (KBN) Cakung, Jakarta Utara. Adegan demi adegan memperlihatkan bagaimana proses produksi di pabrik berjalan. Tiap pagi, buruh perempuan digambarkan berbondong-bondong masuk area kerja. Di sela itu, tak sedikit dari mereka yang memulai hari sambil mengobrol hingga melamun. Rekan laki-laki yang mengawasi proses produksi buruh perempuan disebut mekanik. Dalam film, dijelaskan bahwa mekanik inilah sang pelaku pelecehan seksual buruh perempuan di KBN Cakung.

Tidak jarang, buruh perempuan berada dalam dilema ketika bekerja. Kesalahan kecil dalam produksi seringkali terjadi. Buruh perempuan kerap harus jongkok, duduk, bergeser kanan-kiri untuk membenahi pekerjaan mereka. Namun, bukan sikap kooperatif yang didapat dari rekan lelaki. Mereka justru merasa terancam karena “mata menjengkelkan” para mekanik yang membuat mereka tidak aman. Di situasi inilah kebanyakan pelecehan seksual terjadi. Salah satu buruh menjelaskan bahwa tak jarang ia disentuh, diraba, bahkan diremas organ tubuhnya. Kasus yang paling membuat miris adalah ketika ada kasus kehamilan yang ditutupi oleh instansi. Kehamilan tersebut adalah kehamilan karena pelecehan yang tidak terekam sedari awal sehingga tidak ada upaya pencegahan yang dapat dilakukan, baik oleh sejumlah buruh perempuan maupun serikat.

Dalam satu adegan film, tampak juru parkir menyentuh dada, pinggang, dan paha salah seorang buruh perempuan. Perempuan tersebut mengendarai sepeda motor keluar dari lokasi pabrik. Ia tampak marah dan berusaha menepis tangan juru parkir yang melakukan pelecehan dengan senyuman riang. Tak berselang lama, juru parkir terlihat bergaya di depan kamera yang berada tak jauh dari tempatnya berdiri.

Kreativitas: Medium Penyebaran Inisiatif dan Pengetahuan

Kreativitas merupakan salah satu faktor utama yang mendorong penerjemahan terhadap masalah yang dihadapi para buruh perempuan ke dalam alat kampanye mereka ini. Angka Jadi Suara menjadi sarana bagi para buruh perempuan untuk muncul dan terjun dalam sebuah proses kreatif. Berbeda dengan demonstrasi yang menguras keringat dan penyampaian aspirasi secara langsung, film merupakan cara penyampaian yang lebih cair dan tidak menggurui siapapun yang menontonnya. Angka Jadi Suara dapat didiskusikan, dibedah, bahkan dikritisi untuk kualitas yang lebih baik.

Tidak akan ada suara tanpa hadirnya inisiatif. Kreativitas yang dimunculkan dalam proses ini tidak akan terselenggara tanpa adanya inisiatif yang menyeluruh. Pertama, inisiatif itu muncul dari keberanian para korban untuk bersuara atas situasi yang dialaminya. Kedua, ia juga perlu didukung oleh organisasi masyarakat yang bergerak terus untuk pemenuhan kehidupan yang lebih baik bagi para buruh. Dalam Angka Jadi Suara, Federasi Buruh Lintas Pabrik dan Perempuan Mahardhika mampu menjadi jembatan antara buruh perempuan dan kreativitas. Dalam proses menjadi jembatan tersebut, Angka Jadi Suara turut menggambarkan berbagai upaya yang dilakukan organisasi masyarakat dalam menerjemahkan pengetahuan yang berbasis pengalaman korban, mulai dari riset film, pendataan kasus, diskusi dengan kelompok buruh perempuan, audiensi dengan Kementerian Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan dan Anak sebagai pemangku kepentingan, membuat plangisasi yang menjamin area bebas pelecehan seksual di KBN Cakung.

Tak berhenti pada proses pembuatan film, penyebaran pengetahuan ke berbagai tempat juga tidak kalah penting. Angka Jadi Suara digelar dari forum ke forum dengan cara nobar (nonton bareng) dan diskusi film. Semakin banyak titik penyelenggaraan pemutaran film, semakin banyak pula mata yang terbuka dalam memahami pentingnya persoalan pelecehan seksual yang dihadapi buruh perempuan.

Jalan Panjang Angka Jadi Suara

Angka Jadi Suara menjadi potret buram buruh perempuan di tempat kerja. Meski jalan masih panjang dan berliku, tetapi film ini adalah karya sekaligus dokumentasi pengalaman keseharian buruh perempuan yang dapat diputar kapan saja sebagai pengingat bahwa masih maraknya pelecehan seksual terjadi pada mereka.

Di akhir film, kita saksikan bahwa plangisasi “KBN Cakung merupakan area bebas Pelecehan Seksual” adalah bentuk keberhasilan advokasi yang terekam. Selain itu, keberanian para buruh perempuan untuk mengubah mentalitas korban menjadi penyintas juga adalah hal utama. Para korban mulai jujur kepada diri mereka, meski awalnya merasa malu dan ragu apakah kasus ini akan menuai titik temu.

Film ini menegaskan bahwa pelecehan seksual bukanlah angka yang harus dihitung, dijumlah, ditimbang-timbang hingga menghasilkan data yang mencengangkan. Angka harus berubah menjadi suara; sebentuk perjuangan untuk mencapai keadilan serta rasa aman dalam beraktivitas. Maka, Tabumania, siap kita bersuara hari ini untuk keadilan buruh perempuan?

(Fini Rubianti menyenangi studi Gender dan HAM, ia tengah berpikir bagaimana cara melestarikan lenong perempuan untuk identitas betawi pinggiran sepertinya. Pegiat diskusi emperan dan penyuka film horor. Merasa beruntung (lebih tepatnya narsis) diberi nama Fini, karena pada kata (F)em(ini)sme terkandung namanya. Bisa dikontak di finirubianti@gmail.com) 

0 comments on “Angka Jadi Suara: Mengupayakan Keadilan lewat Kreativitas

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: