Prompt Song : Cinta Terlarang – The Virgin
Mars, tahun 3089.
Sekitar 300 tahun yang lalu, bumi hancur. Senjata nuklir berterbangan di langit, paparan radiasi yang sudah tidak lagi bisa dikendalikan, merenggut banyak nyawa. Lubang ozon yang semakin meluas akibat polusi parah, merusak sebagian besar tempat di bumi. Bumi tak lagi sama, bumi sudah mati, dibunuh dan dihancurkan oleh penghuninya sendiri.
Manusia yang sekarang tinggal di Mars adalah keturunan sisa peradaban masa lalu yang membentuk koloni baru di luar bumi untuk menyelamatkan diri. Koloni Eden-4 berdiri seperti kubah kaca raksasa di tengah padang debu merah. Di dalamnya para manusia hidup, bekerja, dan mati dalam keteraturan steril yang disebut “kedamaian”. Tidak ada cinta. Tidak
ada kehilangan. Tidak ada air mata. Chip pengatur emosi tertanam di setiap kepala agar manusia bisa bertahan tanpa tergoda oleh hal-hal yang membuat Bumi hancur dulu: perasaan. Setidaknya itulah yang dipercayai oleh manusia era sekarang dan menjadi pondasi sistem saat ini.
Fai Estelle adalah wajah ideal sistem itu.
Seorang teknisi sistem oksigen yang teliti dan juga dingin, dengan ritme hidup seperti mesin yang ia rawat. Ia hafal suara desis ventilasi, denyut generator udara, dan detak sunyi kehidupannya sendiri. Ia tidak merasa bahagia, tapi juga tidak merasa sedih. Dan bagi Eden-4, itu sudah sempurna.
Sampai Selena Vega datang.
Selena datang dari koloni utara, membawa penelitian bioteknologi dan sesuatu yang entah apa— seperti aura yang tak cocok dengan dunia tanpa warna ini. Rambutnya bergelombang acak, matanya abu-abu keperakan, dan tawanya yang ‘terlalu hidup’.
“Jadi kamu Fai Estelle?”, katanya di hari pertama, mencondongkan tubuh pada meja kerja yang penuh alat. “Kamu yang menjaga agar semua orang bisa bernapas, ya?”
Fai hanya mengangguk, menjaga jarak. Namun ketika mata mereka bertemu, ada sesuatu yang aneh—seperti arus listrik kecil melewati kabel usang. Sebuah sensasi yang seharusnya sudah dihapus dari tubuh manusia sejak beberapa dekade lalu.
Mereka bekerja berdua, Fai dan Selena bekerja sama dalam penelitian tentang
pengembangan sel dan organisme pada tumbuhan agar bisa menghasilkan oksigen yang lebih banyak. Suatu proyek yang sangat penting untuk keberlangsungan hidup manusia di koloni Eden-4.
Selama bekerja dengan Selena, Fai menyadari ada yang berbeda dengan gadis itu. Cara Selena berinteraksi, cara ia tertawa, bahkan ekspresi wajahnya tiap ia bicara, semua tak luput dari pengamatan Fai. Selena terlalu hidup. Manusia ini aneh, pikir Fai. Tapi yang lebih aneh adalah Fai menyadari dirinya menyukai keanehan Selena.
Rasa penasaran Fai pada Selena semakin tak terbendung, ia tak pernah merasa segusar ini. Satu-satunya cara agar Fai bisa kembali merasa tenang adalah dengan menyelidiki hal tersebut.
Fai pergi ke ruang kontrol. Biasanya dia akan mengontrol keteraturan sistem oksigen, tapi tidak kali ini. Ia menelusuri log emosi penduduk, suatu sistem komputer yang digunakan untuk menganalisis gangguan chip dan memastikan sistem tetap steril.
Sampai Fai menemukan file ganjil di layar data.
> #A-003: Aktivitas emosi alami terdeteksi. Subjek: Selena Vega.
Fai menatapnya lama.
Sistem tidak mungkin salah.
Namun yang lebih menakutkan daripada kesalahan sistem adalah kenyataan bahwa ia…
tidak ingin melaporkannya.
Keesokan harinya ia menegur Selena. Suara datarnya sedikit bergetar. “Chip-mu tidak stabil.”
Selena hanya tersenyum samar. “Mungkin aku rusak.”
“Kalau kamu lapor, mereka bisa perbaiki.”
“Dan aku tak mau diperbaiki.” Kali ini senyum Selena makin tampak. Ia menatap Fai lurus, menembus semua kaca bening yang melindungi hati manusia di koloni itu. “Karena kalau ini yang disebut rusak, aku ingin tetap begini.”
Hari-hari berikutnya, Selena mulai menarik Fai ke dalam eksperimen gila: mematikan chip selama lima menit. Awalnya Fai menolak keras, namun perkataan Selena meluluhkannya.
“Kamu tidak penasaran rasanya benar-benar hidup?”, ucap selena dengan senyum cerahnya. “Hanya 5 menit, setelah itu terserah kamu. Jika kamu tidak menyukainya, maka tidak ada lain kali. Bahkan aku dengan senang hati akan memperbaiki chip ku.”
Fai bingung, namun ia juga penasaran ingin merasakan ‘hidup’ yang dimaksud oleh Selena. Dan setelah bergulat dengan banyak pikiran di kepalanya, Fai sejutu untuk melakukan lima menit untuk merasa—nama eksperimen yang diberikan oleh Selena.
Fai mengajak Selena masuk ke ruang kontrol. Ia menyusuri log emosi penduduk, mencari namanya sendiri di database dan kemudian mematikan chip di kepalanya.
Detik pertama, Fai panik. Seluruh tubuhnya seperti kehilangan gravitasi.
Detik kedua, ia mendengar detak jantungnya sendiri, seperti genderang perang yang sudah lama diam.
Detik ketiga, Selena menggenggam tangannya.
Seketika, seluruh Mars terasa hidup.
Fai menatap perempuan itu, dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia tahu arti takut: takut kehilangan sesuatu yang baru saja ia temukan.
Setelah itu, mereka mulai mencuri waktu untuk menemui satu sama lain di ruang oksigen cadangan atau menyelinap di lorong-lorong pemeliharaan. Cinta mereka tumbuh diam-diam di antara pipa udara dan log data, seperti bunga liar di tanah yang seharusnya mati.
Eden-4 tidak pernah tidur. Sistem mendeteksi anomali.
Suatu malam, sirene berbunyi: “Dua chip dengan aktivitas emosi abnormal terdeteksi.”
Selena menarik Fai, napasnya memburu. “Mereka tahu. Kita harus pergi.”
“Ke mana?”, tanya Fai panik.
“Keluar. Lewat ruang peluncur sampel.”
Fai menatapnya, ngeri. “Di luar tak ada oksigen.”
“Di luar juga tak ada peraturan,” tegas Selena. “Aku tidak mau dipisahkan denganmu.”
Fai menatap mata selena dalam. Ada sedih yang terlihat. Detik itu juga ia berlari
menggandeng Selena.
Mereka mengenakan pakaian luar angkasa dan segera berlari menuju pintu udara terdekat. Lampu darurat berkedip merah, seperti denyut nadi raksasa koloni yang sedang marah. Ketika mereka membuka pintu udara, Mars menyambut dengan badai debu dan kesunyian abadi.
Di luar kubah, dunia hening.
Langit merah membentang luas—liar, tanpa kontrol, tanpa izin.
Selena menatap horizon dan tersenyum getir. “Lucu, ya. Mereka bilang cinta bisa
menghancurkan dunia. Mungkin memang benar.”
“Kalau ini salah…” suara Fai pecah di radio, “…aku tak mau benar lagi.”
Selena mendekat, mengangkat tangan, menyentuh kaca helm Fai dengan ujung jarinya.
“Kalau cinta ini hanya kesalahan sistem, biarkan aku tetap rusak.”
Fai menutup matanya. Ia membuka panel helm, menekan tombol yang memancarkan cahaya biru di lehernya.
Chip-nya padam.
Denyut terasa menyambar dadanya—panas, nyeri, tapi hidup.
Mereka berdiri di bawah badai merah, menatap satu sama lain, udara di tabung mulai menipis. Tapi dalam kaca helm mereka, uap napas berpadu, membentuk bayangan dua hati biru yang berdenyut bersamaan.
Di pusat kendali Eden-4, operator mencatat:
> “Dua sinyal jantung berhenti secara bersamaan. Anomali terhapus.”
Namun tak ada sistem yang bisa memadamkan gema terakhir itu: dua hati yang menolak tunduk pada dunia tanpa rasa. Dua jiwa yang memilih mati daripada hidup tanpa cinta.
Debu merah menelan mereka, tapi jika kalian menatap langit Mars pada malam tertentu, kalian mungkin masih melihat dua titik biru kecil—berkedip pelan, seolah bintang pun iri pada cinta yang dilarang.
Oleh Arch Seen, juara 2 Short Story Writing Contest yang diselenggarakan Leccica x Qbukatabu.

0 comments on “Red Dust, Blue Heart”