Peringatan: artikel ulasan ini mengandung spoiler atau bocoran dari film “Happiest Season”.
Selamat berlibur dan merayakan hari raya Natal bagi Tabumania yang merayakan! Jika mendengar kata Natal, kita biasanya mengasosiasikan dengan bercengkrama bersama keluarga di tengah dekorasi rumah yang gemerlap. Namun, bagi individu queer yang harus hidup tengah masyarakat yang masih heteronormatif, Natal terkadang tidak dapat menjadi sebuah waktu yang semeriah dekorasi warna-warni dan lampu berkelip.
Pada kesempatan kali ini, Qbukatabu ingin merekomendasikan film berjudul “Happiest Season” yang disutradarai oleh Clea DuVall untuk menemani Tabumania menghabiskan hari libur Natal. Film dengan genre komedi romantis ini mengangkat pengalaman individu queer yang terpaksa harus come out atau melela ke keluarganya ketika merayakan hari raya Natal. Selama 1 jam 40 menit, “Happiest Season” mengajak penonton untuk tertawa, menahan nafas, dan berefleksi bersama.
“Happiest Season” menceritakan lika-liku Abby (diperankan oleh Kristen Stewart) dan Harper (diperankan oleh Mackenzie Davis), yang adalah pasangan lesbian, merayakan hari raya Natal di rumah keluarga Harper. Cerita bermula saat Harper menawarkan Abby untuk menghabiskan liburan Natal tahun itu bersama keluarga Harper di kampung halamannya. Namun, dalam perjalanan ke rumah keluarga Harper, permasalahan kemudian muncul ketika Harper akhirnya mengaku kepada Abby bahwa keluarganya belum mengetahui identitasnya sebagai seorang lesbian. Keluarga Harper diceritakan sebagai keluarga normatif yang mengharapkan anak-anaknya untuk selalu menjadi sempurna sehingga membuat Harper takut untuk melela. Akhirnya, Abby dan Harper bersepakat untuk tetap melanjutkan perjalanan, dengan menyembunyikan identitas dan hubungan mereka. Setibanya di rumah keluarganya, Harper memperkenalkan Abby sebagai teman sekamarnya di perantauan, dan keluarga Harper menyambut hangat kedatangan Abby.
Abby dan Harper berusaha keras untuk tidak terlihat seperti pasangan selama tinggal di rumah keluarga Harper. Namun banyak hal yang tidak terduga hingga terjadi kekacauan saat persiapan Natal di rumah itu. Salah satunya saat Abby menyadari bahwa Harper sering meninggalkan dan tidak memperhatikannya di acara-acara keluarga. Terlebih ketika Harper memilih untuk mengobrol dengan mantan kekasihnya. Terhadap perbuatan-perbuatan Harper selama di libur Natal tersebut, Abby menyatakan bahwa ia tidak suka jika Harper menutup-nutupi identitas dan hubungan mereka. Harper merasa bahwa perlakuan Abby tidak adil karena sebelumnya sudah memberitahu Abby kalau ia tidak tahu apakah keluarganya bisa menerima identitas mereka apa adanya. Hubungan mereka yang awalnya baik-baik saja kemudian merenggang.
Puncaknya adalah ketika kakak Harper memergoki Abby dan Harper yang sedang bermesraan. Kemudian ia mengumumkan identitas Harper dan hubungannya dengan Abby di depan keluarga dan tamu-tamu yang datang di pesta Natal keluarga Harper. Merasa ketakutan, Harper kemudian menyangkal pernyataan tersebut dan mengatakan bahwa ia dan Abby tidak memiliki hubungan apapun selain teman sekamar. Abby kemudian memutuskan untuk mengakhiri hubungannya dengan Harper karena merasa tidak dicintai sepenuhnya oleh Harper.
Adanya John yang diperankan oleh Dan Levy sebagai karakter pendukung dalam film ini menjadikan “Happiest Season” lebih menarik lagi. John adalah seorang laki-laki gay, yang juga adalah sahabat Abby. John hadir untuk memberikan resolusi konflik yang dihadapi oleh Abby dan Harper. Sesaat setelah kejadian di pesta Natal keluarga Harper, ia mendatangi Abby untuk menenangkannya dan mengajak Abby untuk mengobrol. John berkata bahwa masing-masing individu queer memiliki pengalamannya tersendiri dalam menerima dan mengumumkan identitasnya. Ada teman-teman queer yang dirayakan setelah mengumumkan identitasnya. Namun, tidak sedikit pula yang tidak diterima lagi di keluarga ataupun lingkaran sosialnya setelah melela hanya karena identitasnya.
“Hanya karena pasanganmu belum membuka identitas seksualnya di keluarga, bukan berarti dia tidak mencintaimu. Pengalaman kita berbeda-beda, tetapi satu hal yang kita semua alami adalah perasaan takut dan khawatir yang kita rasakan sebelum melela karena kita tidak akan pernah bisa menarik kembali kata-kata tersebut,” ucap John.
Cerita dan konflik Harper dan Abby yang diangkat dalam “Happiest Season” adalah pengalaman yang sangat dekat bagi banyak teman-teman queer. Harper yang berada di dinamika keluarga normatif harus menutup rapat-rapat identitasnya agar tetap bisa mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya. “Happiest Season” juga menggaris bawahi bagaimana terkadang keluarga terlalu sibuk untuk memenuhi standar-standar yang diberikan oleh masyarakat hingga melupakan bahwa anggota-anggotanya memiliki cara tersendiri untuk bahagia. Seperti halnya Harper yang harus memenuhi idealisme keluarganya namun berbenturan dengan relasi dengan Abby. Mereka kemudian harus bisa berkompromi dengan pendirian masing-masing untuk dapat mempertahankan relasi romantis yang telah dibangun.
Konflik antara Harper dan Abby menjadi pengingat bahwa dukungan satu sama lain menjadi bagian penting dari setiap proses teman-teman queer dalam menerima identitasnya dan melela. Dengan mengadopsi formula film Natal tradisional, seperti mengambil latar di rumah keluarga besar dengan dekorasi heboh dan hujan salju, dan menyelipkan bumbu-bumbu komedi, Clea DuVall berhasil mewujudkan atmosfer Natal ke dalam film garapannya tersebut. Dengan kemasan film Natal, “Happiest Season” dapat menjadi film queer yang cocok untuk menemani Tabumania menghabiskan waktu libur Natal. Selamat menonton!
Artikel ini ditulis oleh Ken Penggalih

0 comments on ““Happiest Season”: tentang Melela, Berpasangan, dan Keluarga”