Buka Cerita

Fandom Cerita Non-Biner: Gerbang Penerimaan atau Pengukuhan Stereotipe?

Pepatah barat berkata “Life imitates art, and art imitates life.” alias karya seni dan kehidupan adalah dua hal yang saling lekat pengaruhnya. Cerita dan karakter dalam karya seni, termasuk fanfiksi, sedikit banyak memberi gambaran akan kehidupan sosial yang terjadi pada masa karya tersebut diterbitkan. Beberapa tahun belakangan, cerita fanfiksi bertajuk yaoi, danmei, maupun omegaverse cukup sering diperbincangkan di banyak media daring. Hal ini seolah menunjukkan adanya peningkatan ketertarikan masyarakat terhadap topik dan bahasan mengenai relasi sesama jenis. Benarkah demikian?

Yaoi, Danmei, dan Omegaverse

Sebelum membahas lebih lanjut, marilah kita berkenalan dengan subgenre yang sedang naik daun ini. Yaoi, atau sering juga disebut Boys Love, merupakan subgenre fanfiksi dengan fokus kisah percintaan antara dua orang laki-laki. Pada mulanya, istilah yaoi lebih sering digunakan untuk menggambarkan fanfiksi yang hanya fokus ke hubungan seks tanpa adanya plot cerita dan pengembangan karakter yang jelas. Sementara karya literatur fiksi dengan tema homoerotisme disebut dengan tanbi. Seiring waktu, popularitas cerita romansa antar laki-laki ini beredar hingga ke Cina lewat situs-situs bajakan yang kemudian memprakarsai lahirnya genre danmei. Istilah danmei merupakan padanan dari kata Jepang, tanbi, yang berarti keindahan. Di awal kepopuleran danmei, situs penyedia di Cina hanya memuat terjemahan cerita yaoi. Namun, seiring meningkatnya pertumbuhan fans, beragam karya danmei dari para penulis Cina mulai bermunculan. Jìnjiāng Wénxuéchéng (JJWXC), yang berarti Kota Literatur Jinjiang, merupakan situs penyedia konten danmei terbesar di Cina yang disebut-sebut memiliki tujuh juta pengguna terdaftar dan lima ratus ribu judul terpublikasi. Popularitas genre danmei dan yaoi atau boys love pun semakin meningkat dengan masuknya adaptasi cerita ke dalam serial animasi yang dipublikasikan di media streaming global seperti Netflix.Selain dari dua genre tersebut, dalam dunia fanfiksi ada pula sub-genre omegaverse. Sub-genre ini mengusung pembagian peran gender yang sangat unik dan berbeda dari norma yang umumnya kita kenal. Omegaverse menonjolkan karakteristik hewani seperti hasrat seksual berdasar feromon, siklus musim kawin, maupun hirarki dominasi serigala. Setiap tokoh dalam omegaverse memiliki dua karakter gender yang berbeda. Pertama, gender berdasarkan organ seksual: laki-laki atau perempuan. Kedua, gender yang dibagi ke tiga jenis yaitu alpha yang dominan, beta yang netral, dan omega yang submisif. Laki-laki maupun perempuan alpha, sebagai karakter gender yang paling dominan, digambarkan memiliki kemampuan untuk menghamili individu dari gender manapun. Ini mencakup kemampuan untuk menghamili laki-laki yang secara biologis tidak mungkin terjadi dalam realitas kita. Oleh sebab itu, dalam omegaverse dikenal juga istilah mpreg (male pregnancy) alias laki-laki omega yang dihamili oleh laki-laki maupun perempuan alpha. Istilah ini merujuk pada konsep kehamilan laki-laki, suatu ide yang mungkin terdengar asing bagi banyak orang, tetapi menjadi bagian integral dari dinamika sosial dan seksual dalam omegaverse.

Ternyata, minoritas seksual bukan pangsa pasar genre ini

Meskipun genre boys love menggambarkan hubungan percintaan antar laki-laki, pangsa pasar utama yaoi sebenarnya adalah perempuan heteroseksual. Di tahun 1970-an Jepang, ketika kebanyakan manga ditujukan untuk anak laki-laki, komikus perempuan mengeksplorasi jenis narasi yang bisa dikonsumsi oleh pembaca perempuan. Mereka kemudian menawarkan adegan keintiman antar laki-laki sebagai bentuk satire dan kritik sosial atas tema heteronormatif yang sering menggambarkan karakter perempuan sebagai damsel in distress yang perlu diselamatkan tokoh utama laki-laki. Penggambaran karakter laki-laki pada cerita yaoi yang cenderung androgen, cantik, lembut; dengan kata lain di luar apa yang dianggap maskulin oleh norma masyarakat, memberikan ruang aman bagi penulis maupun pembaca untuk mengeksplorasi dinamika sosial dan seksual di luar apa yang dianggap ‘normal’ oleh masyarakat. Pembaca, baik perempuan maupun laki-laki, dapat melihat relasi percintaan yang tidak melulu berpusat pada aspek seksual, melainkan juga intimasi emosional. Sebuah karakteristik yang jarang ditemui pada laki-laki di dunia nyata.

Di samping itu, peningkatan ketertarikan pada omegaverse dan mpreg juga mengindikasikan adanya pergeseran cara pandang masyarakat terhadap peran gender dan keterlibatan peran laki-laki dalam pembentukan keluarga yang selama ini dilekatkan pada perempuan. Peran ibu rumah tangga serba bisa, si pengurus rumah, anak, dan pasangan, dalam omegaverse tidak menutup kemungkinan dilakukan oleh laki-laki. Penggambaran ini sekaligus menantang pola pikir patriarki yang menganggap maskulinitas berarti ketiadaan emosi dan perasaan. Popularitas omegaverse dan mpreg juga tidak lepas dari meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesetaraan peran gender. Lewat sosial media, beragam akun mulai menyuarakan peran penting laki-laki dalam pola asuh anak, bukan melulu membebankan tanggung jawab ke ibu. Dalam konteks tersebut, cerita fiksi yang disuguhkan oleh sub-genre yaoi, danmei, maupun omegaverse dapat membantu masyarakat melihat dunia di mana karakter penyayang, pengasuh, dan pengurus anak merupakan karakter universal manusia yang tidak terkunci oleh batasan gender manapun.

Dampak kepada ragam gender dan seksualitas

Ketertarikan masyarakat pada ketiga genre tersebut dapat dimaknai sebagai upaya eksplorasi peran gender dan seksualitas di luar apa yang sudah dinormakan selama ini. Namun demikian, tidak bisa dipungkiri bahwa popularitas ini bak pedang bermata dua. Di satu sisi, cerita dengan karakter utama LGBTQ berhasil menyoroti keberadaan minoritas seksual dan bagaimana potret dunia yang menerima keragaman ini. Di sisi lain, narasi cerita dalam genre tersebut sering juga mengukuhkan stereotipe-stereotipe negatif yang sudah melekat pada kawan-kawan non-biner. Cerita yang berfokus pada hubungan seksual dan menggambarkan adegan-adegan seks secara vulgar dapat menguatkan stereotipe bahwa relasi sesama jenis adalah relasi yang melulu soal seks. Padahal, layaknya relasi romantis antar lawan jenis, relasi sesama jenis juga memiliki kompleksitas emosi dan peran gender pada kesehariannya.

Hirarki dominasi dan naluri hewani kaum alpha yang digambarkan dalam omegaverse dapat juga disalahartikan sebagai pengukuhan stereotipe si kuat yang bebas berkuasa dan bertindak atas nafsu birahi; lawan kaum omega, si lemah yang tidak berdaya yang harus tunduk pada keinginan si alpha. Dalam omegaverse, kebetulan dua peran ini bisa digambarkan oleh karakter dari gender yang sama. Namun, tema dinamika kekuatan yang terkesan “sesuai kodrat” juga dapat membatasi pergerakan kesetaraan gender yang mengeksplorasi fluiditas peran gender dan seksualitas yang ada di dalam dunia nyata.

Pada akhirnya, kehadiran karya fanfiksi tersebut sedikit banyak merupakan bentuk representasi kaum minoritas seksual yang patut diapresiasi. Semakin banyak representasi dan paparan mengenai ragam identitas gender dan seksualitas, semakin berkurang pula penolakan masyarakat terhadap keberadaan kaum non-biner. Namun demikian, pengonsumsi cerita juga perlu mengingat bahwa fanfiksi adalah cerita fiksi, apalagi jika penulis bukan dari golongan minoritas seksual. Misrepresentasi dan kesalahan persepsi sangat mungkin terjadi dalam setiap narasi. 

Artikel ini dibuat oleh S.K. Liem, seorang praktisi teknologi dengan hobi menulis, menonton, dan mengamati tingkah laku manusia dengan segala keunikan dan keragamannya di waktu luang.

Portal pengetahuan dan layanan tentang seksualitas berbasis queer dan feminisme. Qbukatabu diinisiasi oleh 3 queer di Indonesia di bulan Maret 2017. Harapannya, Qbukatabu bisa menjadi sumber rujukan pengetahuan praktis dan layanan konseling yang ramah berbasis queer dan feminisme; dan dinikmati semua orang dan secara khusus perempuan, transgender, interseks, dan identitas non-biner lainnya.

0 comments on “Fandom Cerita Non-Biner: Gerbang Penerimaan atau Pengukuhan Stereotipe?

Leave a comment